Ada cara tersendiri untuk memahami orang lain, dan ada cara tersendiri pula untuk membuat orang lain mampu memahamimu.
(Ela Nurmalasari)
Tulisan ini merupakan laporan dari hasil kegiatan konseling lintas agama dan budaya yang telah saya praktikkan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konseling Lintas Agama dan Budaya yang diampu oleh Bapak Dr. Irsyadunnas, S.Ag. M.Ag.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu yang tanpa amal ibarat pohon tak berbuah.
Begitulah ungkapan dalam mahfudzhat yang sering kita dengar. Ilmu yang dipelajari
akan bermanfaat ketika disertai dengan praktik. Begitu pula pada Mata kuliah
Konseling Lintas Agama dan Budaya, hal tersebut bukanlah sebuah persoalan yang
tabu di kalangan mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling Islam. Sehingga pada
kesempatan ini mahasiswa dituntut untuk melakukan proses konseling secara
mandiri melalui tugas wawancara konseling lintas agama dan budaya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tahapan dalam proses konseling lintas
agama dan budaya?
2. Apa latar belakang masalah yang dimiliki oleh
klien?
3. Apakah konselor sudah mampu membantu
mengentaskan masalah klien?
C.
TUJUAN
Tujuan
diadakannya konseling ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konseling
Lintas Agama dan Budaya, sebagai salah satu indikator yang mempu mengukur
sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam konseling lintas agama dan budaya,
sehingga mahasiswa menjadi konselor yang peka terhadap masalah klien yang
memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
IDENTITAS
1. Identitas
Konselor
Nama : Ela
Nurmalasari
Tempat /tanggal
lahir :
Ciamis, 05 Oktober 1996
Asal : Pangandaran,
Jawa Barat
Alamat domisili :
Krapyak, Yogyakarta
Suku / Ras : Sunda
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
(Calon Konselor)
2.
Identitas Klien
Nama : Hayatul
Khairul Rahmat
Tempat /tanggal
lahir :
Muara Panas. 23 April 1997
Asal : Padang
Sumatera Barat
Alamat domisili : Bantul, Yogyakarta
Suku / Ras : Minang
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
B.
DESKRIPSI MASALAH
Klien
adalah seorang laki-laki yang pendiam. Saat ini konseli sedang menempuh studi
di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Prodi Teknik Mesin Semester IV.
Sejak SMK, klein memiliki minat dalam bidang tersebut.
Di
dalam kehidupan bersosial, klien lebih sering berinteraksi dengan teman
laki-laki dibandingkan dengan teman perempuannya. Hingga kemudian klien memiliki
permasalahan dalam dirinya, yaitu menyukai teman sesama jenis.
C.
ANALISIS MASALAH
Dari
hasil wawancara konseling yang dilakukan, konselor mampu menemukan titik permasalahan yang ada pada
diri klien. Selama menempuh jenjang pendidikan di tingkat SMK, klien diwajibkan
tinggal satu atap di sebuah asrama bersama teman laki-laki yang sebaya
dengannya. Karena sering berinertaksi dengan teman laki-lakinya, dan terhitung
jarang sekali berinteraksi dengan perempuan, lambat laun klein pun menyadari
bahwa hal tersebut menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, yaitu sebagai penyebab
utama adanya rasa ketertarikan dalam diri klien terhadap teman laki-lakinya
tersebut.
Klien mencoba untuk berubah, namun ternyata sulit.
Hingga sampai lulus SMK, klien pun masih membawa mimpi buruknya itu ke jenjang
perguruan tinggi yang memang mayoritas mahasiswa yang ada dalam prodi
pilihannya tersebut mayoritas laki-laki. Sudah tentu sulit sekali bagi klien
untuk mengubur rapat-rapat mimpi buruk yang dialaminya tersebut.
D.
RENCANA LAYANAN YANG AKAN DIBERIKAN
Dari
hasil wawancara antara konselor dengan klien, maka rencana layanan yang akan
konselor berikan dalam rangka membantu klien mengentaskan permasalahan yang
dialaminya, dan untuk memperkuat keyakinan klien sehingga dapat meminimalisasi
kemungkinan kembalinya klien pada kebiasaan buruknya tersebut, maka konselor
akan melakukan proses konseling individual berbasis agama dan budaya, melihat
bahwa klien memang kurang memahami syari’at agamanya sendiri dan memiliki
budaya yang berbeda dengan konselor.
E.
PELAKSANAAN LAYANAN
1. Waktu Pelaksanaan Layanan
Hari : Sabtu
Tanggal : 21 Mei 2016
Tempat : Taman Dakwah
Waktu : Pukul 08.30 – 09.30
2. Proses Layanan
a. Tahap Penghantaran
Dalam memulai hubungan awal antara konselor dengan
klien, konselor berupaya menghantarkan klien untuk memiliki rasa aman dan
nyaman. Konselor sebisa mungkin membuat klien dalam keadaan yang rileks, agar
proses konseling berjalan dengan lancer.
Dalam hubungan awal ini konselor dan klien membentuk
pemahaman dan persepsi yang sama dalam upaya mencapai tujuan pelaksanaan proses
konseling antara konselor dengan klien, sehingga nantinya klien dapat
mengentaskan masalah yang dihadapinya secara mandiri, sesuai dengan harapan
bersama.
b.
Tahap Penjajakan
Setelah
berhasil melalui tahap pengantaran yang baik, yaitu terbinanya hubungan awal
yang baik antara konselor dengan klien dalam pelaksanaan konseling yang
ditandai dengan adanya persepsi yang sama antara konselor dengan klien, selanjutnya
konselor menjelajahi permasalahan yang dialami klien. Dari penjajakan terhadap permasalahan
yang dialami klien, informasi yang diperoleh adalah klien telah berusaha untuk
merubah kebiasaan buruknya yang menyukai sesama jenis tersebut, namun karena
adanya desakan dari pihak laki-laki yang disukainya tersebut, bahkan ia
mengajak klien untuk tinggal dalam satu atap, klien pun kesulitan untuk
menghindarinya.
Klien yang saat ini tinggal di
kost dekat kampus hampir memutuskan untuk menyetujui permintaan orang yang
disukainya tersebut. “Karena ketika sudah sama-sama suka, pasti yang timbul
bukanlah penolakan, akan tetapi persetujuan”, seperti itulah ungkapan yang
disampaikan oleh klien. Namun pada hakikatnya, hati kecil klien menolak ajakan
yang menyesatkan tersebut.
c.
Tahap Penafsiran
Dari
hasil penjelajahan terhadap masalah yang dialami oleh klien, maka konselor
dapat menafsirkan bahwa :
· Klien tinggal satu atap
dalam asrama dan sering berinteraksi dengan teman sesama jenis;
·
Klien merasakan ada hal yang aneh dalam
dirinya;
·
Klien telah lama
menyukai teman sesame jenis;
·
Klien memiliki
pemahaman agama yang kurang;
· Klien berusaha untuk
berubah, namun lingkungan terus mendesaknya untuk berada dalam keadaan
tersebut;
·
Klien takut ketahuan
dan takut dipenjara;
·
Keinginan klien untuk
berubah selalu menemui jalan buntu;
· Klien memutuskan untuk
menemui konselor dengan harapan dapat menyelesaikan masalah hidupnya;
d.
Tahap Pembinaan
Setelah
berhasil dalam tahap penjajakan dan konselor memperoleh informasi lebih dalam
tentang masalah klien, maka yang selanjutnya dilakukan adalah tahap pembinaan.
Dalam tahap pembinaan ini usaha yang dilakukan konselor dalam membantu klien
mengambil keputusan untuk mengentaskan permasalahan yang dialaminya adalah
dengan memberikan pelatihan sikap asertif kepada konseli agar klien mampu tegas
dan menghadapi temannya.
Dalam
pengentasan permasalahan ini konselor juga memberikan pemahaman serta motivasi
dalam kehidupan sosial klien, serta menerapkan nilai-nilai dalam syari’at Islam
agar klien dapat menerapkan sikap asertif dalam kehidupan sosial yang akan
dilakukan untuk mengentaskan masalah yang dialami secara serius sehingga mampu
menjalankan hidupnya sebagaimana mestinya.
Konselor memberikan pengertian
kepada klien bahwa Syari’at Islam yang selama ini klien anggap sebagai sebuah
hal yang tabu merupakan sebuah kekeliruan. Konselor pun memberikan beberapa
contoh kasus umat-umat terdahulu yang serupa dengannya, yaitu kaum Nabi Luth AS
sekaligus adzab yang Allah berikan kepada kaum terkutuk tersebut, agar klien
bukan hanya takut pada hukuman di dunia saja, tetapi juga pada siksaan dari
Allah bagi umat yang berada dalam kesesatan. Karena Allah tidak semata-mata
melarang hubungan sesame jenis tanpa ada sebab tertentu, yaitu madharat yang
ditimbulkan dari hubungan tersebut.
e.
Tahap Penilaian
Dari
proses konseling yang dilakukan, meskipun baru satu kali pertemuan, namun
hasilnya cukup memuaskan. Dapat dilihat dari pernyataan klien yang menyatakan bahwa
permasalahan yang dialami klien sudah mulai berkurang, dan tampaknya dinamika
dalam diri konseli sudah mulai hidup kembali yang ditandai dengan mimik wajah
klien yang ceria dan bersemangat untuk menjalani aktivitasnya.
F.
PENILAIAN HASIL LAYANAN
Untuk
mencapai tujuan proses konseling, perlu diadakan penilaian untuk melihat
bagaimana perkembangan klien dari mulai sebelum, ketika, dan setelah melaksanakan konseling. Adapun
penilaian hasil dari konseling tersebut adalah:
1.
Klien memperoleh
pemahaman baru terkait tentang keadaan dirinya dan permasalahan yang dialaminya.
2.
Klien merasa masalah
yang dialaminya berkurang dan dinamika dalam diri klien kembali hidup ditandai
dengan mimik wajah konseli yang ceria, serta semangat untuk kembali menata kehidupannya.
3.
Klien mempunyai rencana
dan komitmen kegiatan yang akan dilaksanakannya dalam mengentaskan masalah yang
dihadapinya.
4. Klien mempunyai tekad yang kuat untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai pedoman hidupnya.
4. Klien mempunyai tekad yang kuat untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai pedoman hidupnya.
G.
TINDAK LANJUT
Pada
dasarnya, untuk mengetahui perkembangan layanan yang diberikan kepada konseli
dapat dilakukan dengan adanya tindak lanjut, baik itu dilanjutakn dengan proses
konseling pada pertemuan selanjutnya, atau dialih tangankan kepada konselor
lainnya. Namun, dari proses konseling yang telah dilakukan, klien menyatakan
bahwa proses konseling yang pertama dalam waktu 30 menit sudah cukup untuk
menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Namun konselor akan tetap memantau
perkembangan klien untuk memastikan bahwa masalah klien tersebut benar-benar
telah selesai.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Proses
dalam wawancara konseling tidaklah semudah yang dibayangkan, terlebih konseling
lintas agama dan budaya yang saat ini kita lakukan. Konselor yang sudah mahir
dalam bidangnya sekalipun seringkali menemukan hambatan dalam proses konseling.
Terlebih lagi kita sebagai calon konselor yang baru mempelajari beberapa teori
konseling, dan belum sepenuhnya memahami materi tersebut. Namun, dengan
diadakannya praktik wawancara konseling, kita sebagai calon konselor dapat
belajar untuk memperbaiki proses konseling yang kita lakukan, ala bisa karena
biasa.
Konselor
yang baik adalah konselor yang mampu menyadari kesalahannya, dan terus berusaha
untuk memperbaiki diri agar selalu tampil maksimal ketika mengadapi klien dalam
upaya membantu megentaskan masalah hidupnya.
B.
SARAN
Hambatan dalam proses konseling lintas agama
dan budaya pasti selalu ada dan akan menjadi hambatan yang sulit dilalui ketika
konselor tidak memahami msalah klien, dan cenderung bias terhadap masalah klien
tersebut. Oleh karena itu, jadilah konselor yang peka terhadap masalah klien.
Karena dengan kepekaan yang kita miliki, jalan untuk membantu klien dalam upaya
mengentaskan masalah hidupnya akan terbuka lebar. Proud to be counselor!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar