EKSPEKTASI VERSUS REALITA


Ketika Ku Terbiasa Bersahabat dengan Ketidakpastian
(Ela Nurmalasari)



“Ada kalanya saya harus menentukan pilihan, dan ada kalanya ada yang harus dikorbankan, over all.. di balik ini pasti ada hikmahnya. Sejatinya hal ini yang  harus dihindari, namun apa daya, kuasa-Nya tak ada yang mengetahui sebelumnya. Keep Husnudzhan sistah!”, begitulah nasehat yang dituturkan oleh Pembina pramuka saya. Saat itu saya, murid baru yang masih duduk di kelas X, dengan kepercayaan diri yang tinggi saya  begitu berharap bisa mengikuti kegiatan Lomba Ketangkasan Baris Berbaris tingkat Provinsi, namun di saat yang sama, terlihat jelas sudah ada sesosok wanita berdiri tegap mengisi kekosongan barisan bertongkat di hadapan saya. Kepedihan yang kala itu saya rasakan, sejenak dapat terobati oleh tuturan nasehat yang mengalir lembut melalui telinga saya.
“Kamu adalah apa yang kamu fikirkan”, terdengar begitu simpel memang. Namun kenyatannya tidaklah semudah itu. Ketika kita hanya membayangkan apa yang kita inginkan, namun tidak disertai dengan usaha yang keras dan sungguh-sungguh, maka hasilnya pun akan nihil. Hasil memang tidak akan mengkhianati proses, begitupula di sisi lain, ekspektasi tidaklah selalu sejalan dengan realita. Tetapi, jangan berhenti sampai disana saja. Karena di setiap kata selalu tersimpan sebuah makna, tetaplah berfikir positif, tetaplah berbaik sangka kepada orang lain, pada Allah dan tentunya pada dirimu sendiri. Aku memang tidak berada di tengah barisan bertongkat, untuk saai ini. Namun, setelah saya ikut serta mendampingi proses latihan persiapan lomba selama kurang lebih satu bulan, melihat aksi dari barisan bertongkat di medan lomba, akhirnya pada tahun berikutnya pun saya dapat mengisi kekosongan barisan bertongkat itu, berdiri dengan tegapnya, dan membawa nama baik pangkalan. Kembali lagi, apa yang menimpa hidup kita, baik suka maupun duka, semua pasti ada hikmahnya. Pahit manisnya hidup yang kau rasakan, hitam atau putih warna hidupanmu, tiada lain karena hasl racikanmu sendiri. Kau yang akan menikmatinya, dan orang lain yang akan menilanya.
Setelah lulus dari SMA, kamu mau lanjut kuliah dimana? Ambil jurusan apa? Tinggal di kos atau di pesantren lagi? Itulah beberapa daftar pertanyaan sederhana yang dilontarkan oleh guru, teman, wali kamar, ustadz dan ustadzah, orang tua, bahkan adik atau kakak kelas yang tidak sengaja berpapasan dengan saya. Biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Setelah menerima hasil pengumuman di website SPAN-PTKIN, dan dinyatakan lulus sebagai Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, saya langsung mengabari ibu melalui handphone saya pinjam dar wali kamar. Ibu saya begitu senang mendengar kabar bahagia dari saya, karena memang sebelumnya saya sempat memberi kabar yang kurang mengenakkan hati, yaitu tidak lulus SNMPTN. Bahagia? Itu pulakah yang saya rasakan? Ya, saya bahagia karena dapat membuat hati ibu bahagia. Namun, saya tahu bahwa kebahagiaan yang ibu saya rasakan belum sempurna sebelum saya benar-benar dapat merealisasikan harapan beliau, harapan besar kepada puteri ketiganya untuk menjadi seorang guru. Bismillahi tawakkaltu ‘alallah..
“Ragamu boleh terkurung di dalam penjara suci, namun jiwa dan pikiranmu bisa terbang dengan bebas kemanapun kau mau”. Atmosfer di dunia pesantren masih sangat melekat di dalam benak saya. Disanalah saya bisa belajar banyak hal tentang kehidupan. Sekalipun banyak pertimbangan yang membuatku hampir memutuskan untuk tinggal di luar pesantren, karena nantinya saya takut tidak bisa “bebas” berkreasi sebagai seorang mahasiswa, nyatanya saya belum siap jika harus keluar dari dunia pesantren. Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q Krapyak Yogyakarta, disinilah saat ini saya bernaung. Tempat yang begitu hangat akan lantunan ayat suci Al-Qur’an, semilir anginnya berhiaskan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, dan tatkala hujan turun pun rintik demi rintik airnya terdengar begitu renyah, menjadi sebuah alunan yang indah bersama untaian dzikir. Siapa bilang santri puteri tidak bisa berkarya? Justru di penjara suci ini saya bersama teman-teman bisa dengan bebas mengekspresikan diri dan menghasilkan sebuah karya yang luar biasa, sebagai seorang santri.
Terhitung dari tanggal 5 Agustus 2015, sudah hampir memasuki tahun kedua saya tinggal di kota budaya, kota istimewa, Yogyakarta. Tahun yang begitu mendebarkan bagi saya, terlebih di tahun ini saya harus menentukan pilihan, memilih antara konsentrasi masyarakat atau pendidikan. Karena dari awal pun saya ingin mengabdi di dunia pendidikan sebagai seorang guru, saya pun memutuskan untuk mengambil konsentrasi pendidikan. Adapun ketika  sekarang muncul sebuah pertanyaan, “Sebenarnya, saat awal-awal mememutuskan ke konsentresi BKI Pendidikan/Sekolah/Madrasah, saat itu apa yang anda bayangkan?” otomatis jawabannya terwakili oleh dua kata, “Jadi Guru”. Yah, memang itulah yang ada di bayangan saya ketika memutuskan untuk mengambil konsentrasi sekolah.
Sepertihalnya apa yang ibu saya bayangkan, bahwa anaknya yang kini sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, kelak akan pulang ke kampung halaman dan siap mengabdikan diri di bangku sekolah, tiada lain sebagai seorang guru. “Mamah hoyong, isukan Nde tiasa janten guru”, sampai saat ini, kalimat itulah yang selalu terngiang dalam ingatan, dan terpatri dalam benak saya. Bagaimana tidak, selama ini yang ibu saya ketahui, saya jauh-jauh dari Pangandaran, kuliah di Jogja mengambil Jurusan Bimbingan Konseling Islam, jelas tidak salah jikalau ibu saya begitu yakin bahwa kelak saya akan pulang ke rumah dengan menyandang gelar “Ibu Guru”. Miris sekali rasanya, karena bagaimanapun juga ibu sudah menyimpan harapan yang begitu besar kepada saya. Namun, andai kau tahu bu, gejolak yang ada di dalam diri putrimu ini. Kegelisahan yang selama ini saya rasakan, belum lagi perjuangan hidup yang masih harus saya arungi selama satu sampai dua tahun ke depan untuk bisa bertahan hidup dan mampu menyelesaikan studi di UIN Sunan Kalijaga ini. Do’akan selalu anakmu ini agar selalu diberikan kekuatan, bu. Puterimu sedang berjuang untuk mengangkat derajatmu.
“Menjalani setiap detik waktuku, membuatku mengerti..”, bagaikan air yang mengalir, saya menikmati berbagai mata kuliah yang karenanya lambat laun saya mulai dapat membedakan antara dua konsentrasi yang ada di jurusan saya. Yah, nikmati saja alurnya.
Saya begitu menikmati apa yang saya miliki saat ini, terlebih semua yang telah saya perjuangkan seorang diri. Ketika orang bertanya-tanya dan heran akan keputusan saya untuk memilih pergi ke kampus naik sepeda, saya hanya bisa tersenyum. Apa yang harus dipermasalahkan? Toh pada kenyataannya saya menikmatinya. Ya, bersama Oly, saya dapat menikmati hembusan angin pagi yang mengusap lembut wajah saya di tengah ramainya kendaraan bertubuh besar yang ada di depan, belakang, samping kanan dan kiri saya. Semua yang berat akan terasa ringan ketika kita menerima dan menikmatinya dengan ikhlas, termasuk hal yang satu ini, “Setelah memasuki berbagai matakuliah, tentu muatan pendidikan dan ke-BK-an yang berorientasi guru BK semakin mantap, bahkan saat semester ini mengikuti makul Psikologi Pendidikan, halah..! full education oriented, guru bingits, bagaimana perasaan anda? Tolong keluarkan semua isi hati anda, jangan pikirkan orang lain, jangan pikirkan adik atau kakak kelas anda!”. Saya seorang manusia biasa layaknya teman-teman lainnya. Ketika apa yang selama ini saya perjuangkan, harapan, cita-cita, mimpi saya begitu sulit, bahkan mendekati “tidak mungkin” untuk dapat terealisasikan, wajar  bila ada perasaan kecewa dan penyesalan yang diam-diam menyelinap masuk ke dalam benak saya.
Kasarnya, “buat apa kamu capek-capek, berjuang keras dan terus melangkah menyusuri jalan untuk memasuki dunia yang bukan ranahmu? Sia-sia bukan?”. Tentu saja, semua akan sia-sia jika saya beranggapan bahwa semua yang saya lakukan, ilmu-ilmu yang saya pelajari itu tidak ada gunanya bagi masa depan saya. Tetapi sayangnya bukan itu yang saya pikirkan. Justru dengan adanya mata kuliah Psikologi pendidikan sebagai salah satu mata kuliah wajib di konsentrasi pendidikan yang saat ini sedang saya pelajari, dengannya saya mampu mengambil ilmu yang ada di dalamnya. Meskipun sedikit tidak sesuai dengan ekspektasi, namun saya bersyukur karena dengan mempelajari Psikologi Pendidikan, minimalnya saya mampu memahami posisi seorang “guru”, ternasuk dosen sebagai pengajar dan pendidik yang begitu ikhlas mentransferkan ilmu kepada saya yang masih haus akan ilmu.
Saya memang sempat berburuk sangka karena telah dibuat down akan kelangsungan hidup dan masa depan alumni Bimbingan Konseling Islam dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang “belum jelas” akan dibawa kemana. Memang benar, “Fenomena prodi BKI yang 'asyik', gelar kita yg kadang membikin ekhemmm di masyarakat, pingin/jadi mengajar tetapi alumni FDK, tarik sana-tarik sini, gelisah semakin mendewa, dst-dst.”.  Lalu, jika ditanya “Semangat apa yang harus anda tumbuhkan untuk masa depan anda sebagai calon alumni Sarjana BKI FDK, konsentrasi pendidikan?”. Maka semangat untuk terus ikhlas dan menerima ilmu dari berbagai mata kuliah yang masih harus saya serap sebagai bekal yang nantinya harus saya amalkan kelak di kemudian hari, itu adalah kuci semangat yang harus saya pegang, dan saya simpan baik-baik di dalam hati saya. Dengan terus meyakini bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah. “Hidupmu tidak akan berakhir begitu saja hanya karena keinginanmu menjadi seorang guru mustahil untuk terwujud!”. Saya masih punya Allah Yang Maha Besar, saya punya Allah Yang Maha Kaya. Karena saya yakin, kun fayakuun.
“Pelaut yang tangguh itu tidak terlahir dari lautan yang tenang. Jika kau ingin mengetahui apa yang ada di balik karang, kau harus mampu mengarungi lautan.”. Saya masih ingat ketika saat itu saya harus selalu siap “bersahabat dengan ketidakpatian” karena harus menunggu teman yang lewat agar bisa pulang ke pondok. Tepat di pinggir jalan, samping pos satpam Laboratorium  Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan penuh harap saya berdo’a agar Allah menurunkan malaikat yang mau menolong saya. Tanpa saya sadari, hal itu berjalan selama tiga semester. Kini, alhamdulillah saya sudah bisa bersahabat dengan hal yang sudah pasti. Setidaknya, ketika naik sepeda saya bisa lebih tenang karena sudah pasti bisa pulang ke pondok tepat pada waktunya. Kembali lagi, semua itu terjadi atas kuasa-Nya.
Saya selalu ingat pada pesan ibu saya, “selalu ada rezeki bagi orang yang sedang mencari ilmu”. Oleh karena itu, saya hanya akan memberikan senyuman atas cemoohan yang orang lain sampaikan di luar sana. Karena ini hidup saya, dan saya sendiri yang menjalaninya.
Setelah mengetahui seperti apa latar belakang prodi Bimbingan Konseling Islam, mulai dari asal-usulnya hingga bisa memiliki dua konsentrasi, yaitu konsentrasi masyarakat dan konesntrasi pendidikan, bahkan sekarang hanya mempunyai satu konsentrasi saja, yaitu konsentrasi masyarakat. Begitu pula problematika gelar yang berubah-ubah, sampai perjuangan dari para dosen untuk mempertahankan prodi Bimbingan Konseling Islam agar tetap berada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, ditarik-ulur antara di FDK atau di Tarbiyah, sakit ya rasanya. Sebagai seorang mahasiswa yang nantinya akan menjadi alumnui Prodi Bimbingan Konseling Islam, tentu sejauh apapun saya melangkah, saya tetap membawa nama almamater UIN Sunan Kalijaga yang di dalamnya ada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, tentunya lebih spesifik lagi alumni Prodi Bimbingan Konseling Islam angkatan tahun 2015. Lantas, “apa pemikiran yang anda ingin sumbangkan, atau harapan apa, terhadap Prodi BKI Fakultas Dakwah & Komunikasi, ke depan?”. Tentu saja, sebagai mahasiswa, saya mengharapkan yang terbaik untuk Prodi Bimbingan Konseling Islam ke depan.
“Bersakit-sakit dahulu, berenang-renang ketepian”. Meskipun tak selamanya apa yang kita inginkan bisa menjadi kenyataan, akan tetapi kita harus selalu yakin bahwa Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita. Saya yakin bahwa Prodi Bimbingan Konseling Islam serta masa depan para alumninya tidaklah seburuk yang tengah diperbincangkan saat ini. Meskipun saya tidak bisa menyumbangkan banyak hal, akan tetapi disini saya sebagai mahasiswa Bimbingan Koseling Islam berusaha untuk dapat membuktikan bahwa alumni Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi layak untuk bersaing dengan alumni Bimbingan Konseling yang mempunyai gelar sebagai “pendidik”. Tentunya dengan memperbaiki diri saya sendiri, terkait keilmuan Bimbingan Konseling mulai dari teori hingga praktik, salah satunya yaitu dengan mengadakan diskusi kelompok-kelompok kecil yang Alhamdulillah sedang saya rintis bersama teman-teman dalam acara Weekly Smartivity yang diselenggarakan oleh komunitas kami yaitu  Center of Best Student Yogyakarta.
Mulai dari hal yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari saat ini. Ketika mahasiswa seringkali disibukkan dengan berbagai organisasi yang justru berusaha “memusuhi” pihak dekanat, disini saya bersama tujuh teman saya mencoba untuk memperbaiki diri dengan cara mendalami keilmuan Bimbingan Konseling Islam melalui sudut lain yang kami yakini lebih “elegan” jika dibandingkan dengan sekedar “orasi” belaka. Namun, di sisi lain saya berharap, dari pihak dekanat pun berusaha memperjuangkan yang terbaik untuk kelangsungan Prodi Bimbingan Konseling Islam ke depan, yaitu dengan menghadirkan dosen-dosen yang lebih berkompeten dalam Bimbingan Konseling Islam, serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung keilmuan Bimbingan Konseling Islam, sehingga dapat mengantarkan para alumni menuju pekerjaan yang memang sudah selayaknya dimiliki.
Over all, sekalipun nantinya akan didirikan Prodi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah, dan yang tersisa di Fakultas Dakwah dan Komunikasi hanya Prodi Bimbingan Konseling Islam dengan konsentrasi masyarakat, saya hanya bisa berharap, untuk kedepannya semua akan lebih baik dan lebih tertata lagi. Begitupula saya bersama teman-teman angkatan tahun 2015, semoga kami diberikan kemudahan dan kesabaran dalam menuntut ilmu, sehingga kami bisa merealisasikan mimpi dan harapan kami. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.

Yogyakarta, 28 April 2017
Ditulis sepenuh hati oleh,

Ela Nurmalasari
NIM. 15220013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar