Tulisan ini merupakan tugas akhir dari mata kuliah BKI Anak dan Remaja yang diampu oleh Bapak Muhsin Kalida, S.Ag. M.A. yang pada mulanya berupa proposal observasi dengan judul Langkah-Langkah Bimbingan Kelompok dalam Mengatasi Kecemasan Siswa Menjelang Ujian Nasional di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta. Kasus yang saya angkat dalam judul tersebut memiliki keunikan yaitu kecemasan yang dihadapi oleh siswa sekolah dasar yang dalam hal ini merupakan kelas VI yang akan menghadapi Ujian Nasional. Walaupun seringkali yang mengalami kecemasan bukanlah si anak, akan tetapi orang tuanya, namun disini kami menemukan lima orang siswa yang mengalami kasus yang kami angkat tersebut. Adapun setelah melakukan observasi langsung ke lapangan, inilah hasil observasi dari judul yang kami angkat yaitu sebagai berikut.
LANGKAH-LANGKAH BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGATASI KECEMASAN SISWA MENJELANG
UJIAN NASIONAL DI MI AL-MUHSIN 1 YOGYAKARTA
Berdasarkan hasil
observasi mengenai “Langkah-Langkah Bimbingan Kelompok dalam Mengatasi
Kecemasan Siswa Menjelang Ujian Nasional di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta”, kami
mendapatkan beberapa informasi bahwa di sekolah tersebut terdapat beberapa
siswa yang mempunyai masalah mengenai kecemasan dalam menghadapi Ujian
Nasional. Adapun dalam pelayanan yang diberikan sebagai bentuk upaya penanganan
yang dilakukan oleh guru pembimbing yang dalam hal ini merupakan wali kelas VI
itu sendiri, di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta terdapat beberapa layanan bimbingan
yang meliputi bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok, sedangkan dalam
layanan konseling hanya terdapat layanan konseling individu. Terdapat pula
layanan lain berupa pengumpulan data meliputi asesmen dan kunjungan ke rumah
siswa. Namun dalam hal ini kami hanya akan fokus untuk membahas lebih lanjut
mengenai bimbingan kelompok, khususnya langkah-langkah yang ada dalam layanan
bimbingan kelompok yang dilakukan di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta.
Dikarenakan di tingkat
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) tidak terdapat guru BK, maka
layanan bimbingan dan konseling dipegang langsung oleh wali kelas yang dalam
hal ini berperan sebagai guru pembimbing. Hal yang sama juga kami temukan di
sekolah atau madrasah yang kami observasi. Karena di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta,
peran sebagai guru pembimbing juga diampu oleh wali kelas, khususnya wali kelas
VI yang dalam hal ini melakukan layanan bimbingan kelompok bagi siswa yang
dibimbingnya.
Adapun dalam penanganan
masalah siswa yang mempunyai kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional, guru
pembimbing perlu melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan orang tua siswa.
Karena dalam proses identifikasi masalah, guru pembimbing memerlukan data yang
didapat dari beberapa sumber, salah satunya dari orang tua siswa. Masalah
kecemasan sendiri merupakan masalah yang cukup unik, terutama bila masalah ini
terjadi di tingkat dasar. Karena pada umumnya bukanlah siswa yang cemas dalam
menghadapi Ujian Nasional, namun justru orang tua siswa yang mengalami
kecemasan tersebut. Keunikan masalah yang ada di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta
mengenai kecemasan yang dihadapi siswa kelas VI ini memerlukan pelayanan khusus
dalam penanganannya.
Khususnya dalam layanan
bimbingan kelompok, penanganan yang dilakukan bagi siswa yang mengalami
kecemasan ini dilakukan dalam suasana kelompok. Dalam kesehariannya, terdapat
beberapa karakteristik siswa yang mempunyai masalah kecemasan yaitu sebagai
berikut.
1.
Siswa merasa
panik ketika menghadapi serangkaian ujian menjelang Ujian Nasional, termasuk
try out yang telah dilakukan beberapa kali.
2.
Siswa yang
memiliki kecemasan seringkali mendapatkan nilai terendah pada hasil try outnya.
3.
Siswa yang telah
mengalami kecemasan mengalami penurunan dalam semangat belajarnya.
4.
Terdapat satu
orang siswa yang dikategorikan mengalami masalah kecemasan karena setelah
dilakukan asesmen, salah satu faktor penyebab rendahnya nilai try out siswa
tersebut dan menimbulkan adanya kecemasan dalam dirinya dikarenakan siswa
tersebut pernah terjatuh dan terbentur kepalanya.[1]
Berdasarkan
karakteristik siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional
yang terlihat dari kesehariannya, ketika observasi pun kami melihat adanya
kesesuaian antara karakteristik yang disampaikan oleh guru pembimbing. Dari
jumlah total siswa kelas VI sebanyak 16 orang siswa, hanya terdapat 5 orang
siswa yang dikategorikan mengalami masalah kecemasan dalam menghadapi Ujian
Nasional yang akan diberi layanan bimbingan kelompok.
Dalam layanan bimbingan
kelompok yang dilakukan oleh guru pembimbing di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta,
terdapat langkah-langkah bimbingan kelompok dalam mengatasi masalah siswa yang
dalam pelaksanannya mempunyai tahapa-tahapan sebagai berikut.
A.
Tahap
Pembentukan
Pada tahap ini terlihat
bahwa guru wali kelas VI mulai membentuk suasana yang hangat dan nyaman (rapport)
antara dirinya sendiri selaku pembimbing dengan 5 orang siswa kelas VI sebagai
peserta yang dibimbing. Pada tahap ini juga pembimbing mulai memperkenalkan
dirinya sebagai pembimbing, kemudian memperkenalkan kegiatan bimbingan
kelompok, maksud dari bimbingan kelompok, dan tujuan diadakannya pembentukan
kelompok yang dengan beberapa langkah yang telah disepakati.
Adapun
langkah-langkah pembentukan kelompok yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
1.
Penentuan
anggota kelompok dilakukan berdasarkan nilai hasil try out siswa kelas VI yang dilaksanakan
selama empat kali.
2.
Terdapat lima
orang siswa yang mempunyai nilai try out terendah yang selanjutnya dikelompokkan
untuk dilakukan proses asesmen oleh guru pembimbing.
3.
Dari hasil
asesmen diketahui bahwa siswa yang mempunyai nilai terendah itu mempunyai
problem yang sama, yaitu kecemasan dalam menghadapi ujian.
4.
Guru pembimbing
tidak melakukan paksaan terhadap siswa untuk mengikuti kegiatan bimbingan
kelompok, justru dalam hal ini siswa merasa senang mengikuti kegiatan bimbingan
kelompok, karena mereka merasa bahwa dirinya mendapatkan perhatian yang penuh
dari guru pembimbing.
5.
Pembimbing membentuk
rapport sehingga tercapai suasana yang hangat di tengah-tengah kelompok,
selanjutnya pembimbing mulai memperkenalkan diri, tujuan diadakannya
pembentukan kelompok, serta penyampaian kontrak secara sederhana kepada siswa
yang akan dibimbingnya.[2]
Adapun dalam
tahap pembentukan kelompok, pembimbing yang merupakan wali kelas dari siswa
kelas VI sendiri mempunyai peran dalam pembentukan kelompok, diantaranya
menentukan anggota kelompok yang sesuai dengan kriteria siswa yang mempunyai
kecemasan, serta langkah-langkah pembentukan kelompok yang sudah disepakati
sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, karena dalam hal ini wali kelas
mengetahui seperti apa keseharian siswa yang dibimbingnya. Hasil pembentukan kelompok
tersebut menunjukkan bahwa dari 16 orang siswa kelas VI, terdapat 5 orang siswa
yang mengalami kecemasan menghadapi Ujian Nasional.
Kegiatan
pembentukan kelompok yang dilakukan di dalam ruangan kelas VI ini berjalan
cukup baik, suasana kelas pun cukup mendukung kegiatan bimbingan kelompok.
Terlihat di dalam kelas terdapat ventilasi udara dan penerangan yang cukup
baik. Tidak hanya itu, di ruangan kelas juga dilengkapi dengan sebuah kipas
angin sehingga atmosfer yang ada di ruangan pun terasa cukup nyaman, karena
pertukaran udaranya baik. Di dalam ruangan juga disediakan air minum, yaitu
berupa dispenser yang disimpan di bagian belakang kursi dan meja, lebih tepatnya
terletak diantara dua buah pohon harapan. Anak-anak pun memang diwajibkan
membawa air minum di dalam botol, jadi ketika mereka haus tidak akan jajan
sembarangan di luar.
Dalam pelaksanaan pembentukan kelompok, siswa
terlihat senang dan nyaman ketika melalui tahap pembentukan kelompok ini.
Sekalipun mereka tergolong sebagai siswa yang “spesial” karena mendapatkan
perlakuan yang spesial pula, namun disini kami melihat bahwa upaya yang
dilakukan oleh pembimbing dalam membentuk rapport sangat baik.
Proses pembentukan
kelompok ini hanya dilakukan satu kali selama satu tahun, yaitu setelah
dilaksanakan try out sebanyak empat kali. Dari hasil try out itulah didapati
siswa yang mengalami kecemasan menghadapi Ujian Nasional yang sebelumnya telah
melalui proses asesmen. Pembentukan kelompok yang hanya dilakukan satu kali ini
dikarenakan dalam layanan bimbingan di sekolah sendiri guru pembimbing harus
mempersiapkan layanan lain bagi siswa yang dibimbingnya.
Pembentukan kelompok penting untuk dilakukan, karena
penyampaian informasi dari pembimbing akan membantu siswa dalam keterbukaan
dirinya ketika proses asesmen, juga ketika dilaksanakan kegiatan bimbingan
kelompok. Sehingga pembimbing pun tidak akan kesulitan untuk melaksanakan
bimbingan kelompok dalam mengatasi permasalahan siswa yang dalam hal ini
mempunyai masalah berupa kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional.
B.
Tahap
Peralihan
Tahap peralihan merupakan tahap yang akan
mengantarkan siswa yang dibimbing menuju tahap selanjutnya, yaitu pelaksanaan
kelompok. Setelah terbentuk rapport pada tahap sebelumnya, pada tahap
ini pembimbing berusaha menyadarkan para siswa agar mampu memahami dirinya,
bahwa sebenarnya dia mempunyai potensi yang sama dengan teman-temannya yang
lain. Sehingga dalam hal ini, dengan sendirinya perlahan-lahan siswa bisa
menurunkan kecemasan yang ada dalam dirinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh pembimbing
dalam tahap peralihan ini. Metode yang dilakukan oleh pembimbing pun
disesuaikan dengan usia dan keadaan siswa yang dibimbingnya. Adapun dalam
kesempatan ini pembimbing mengawali tahap peralihan dengan menggunakan metode
cerita. Cerita yang sampaikan oleh wali kelas yaitu berupa cerita inspiratif yang dihubungkan dengan keadaan siswa pada
saat itu. Pembimbing yang dalam hal ini merupakan wali kelas VI mengakui bahwa
dalam proses pembelajaran di kelas pun, pembimbing merasa senang ketika bisa
menyampaikan cerita-cerita inspiratif kepada siswanya.
Pada kesempatan ini, pembimbing menceritakan
pengalamannya setelah menonton sebuah video tentang seorang bapak asal Madura
yang berprofesi sebagai seorang guru. Sama halnya dengan guru pada umumnya,
guru itu juga menjelaskan materi kepada para siswanya dengan menggunakan media
papan tulis, yaitu menuliskan materi di papan tulis lalu menjelaskan maksud
dari materinya tersebut. Proses pembelajaran pun berjalan dengan lancar, karena
memang penyampaian dari guru tersebut cukup mudah untuk dipahami oleh siswanya.
Namun, yang berbeda dari sosok guru yang satu ini adalah dari cara menulisnya
di papan tulis. Terlihat jelas bahwa dari segi fisik memang guru ini mempunyai
keterbatasan. Untuk menulis di papan tulis pun ia harus menggunakan kakinya
yang ditopang oleh sebuah kursi.
Setelah mendengar keadaan fisik dari sosok guru yang
ada di dalam cerita yang disampaikan oleh pembimbing, suasana di kelas pun
mulai hening. Para siswa merasa terharu mendengar cerita yang disampaikan pembimbing.
Mereka tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika mereka diajar oleh
seorang guru seperti yang ada di dalam cerita itu. Mereka juga merasa takut
ketika suatu saat nanti Allah mengambil kaki-kaki mungil yang dimilikinya. Dari
cerita tersebut para siswa bisa mengambil hikmah bahwa setiap orang pasti
mempunyai kelebihan masing-masing di balik kekurangan yang ada.
Melalui cerita inspitarif ini, pembimbing mampu
menghadirkan suasana yang mulai mengantarkan siswanya menuju tahap selanjutnya
dalam bimbingan kelompok. Sehingga tanpa disadari, siswa sudah mulai fokus dan
menikmati kegiatan yang sedang dilakukannya itu. Tahap peralihan ini memang
penting untuk dilakukan. Dalam pelaksanaannya setiap pembimbing bisa melakukan
berbagai metode yang sesuai dengan keadaan siswa yang dibimbingnya.
C.
Tahap
Pelaksanaan
Pada tahap ini
pembimbing memulai dengan memberikan pengarahan kepada siswa yang dibimbingnya.
Siswa yang telah memasuki titik fokusnya karena diantarkan oleh cerita
inspiratif pada tahap peralihan dapat dengan mudah memahami arahan yang
diberikan oleh pembimbing.
Berdasarkan
hasil pembentukan kelompok, dalam tahap pelaksanaan bimbingan kelompok yang
dilakukan oleh wali kelas VI sebagai guru pembimbing ini melibatkan lima orang
siswa kelas VI sebagai peserta yang dibimbing, yang dalam hal ini telah
memenuhi karakteristik anggota kelompok sesuai dengan permasalahan yang
dialaminya.
Adapun kegiatan
bimbingan kelompok ini dilaksanakan secara kondisional. Ketika observer
melakukan observasi, pelaksanaan bimbingan kelompok dilakukan selama satu jam
pelajaran. Pembimbing menyampaikan bahwa ada kalanya kegiatan bimbingan ini
dilakukan secara klasikal, yang melibatkan seluruh siswa kelas VI sebanyak 16
orang siswa yang terdiri dari tujuh orang siswi dan sembilan orang siswa. Namun
dalam hal ini observer hanya fokus pada kegiatan bimbingan kelompok saja.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan bimbingan kelompok
ini dilakukan di dalam ruangan kelas VI dan sewaktu-waktu bisa dilaksanakan di
luar kelas ketika memang suasana kelas dirasa kurang sesuai dengan kondisi
siswa yang dibimbingnya pada saat itu.
Bimbingan kelompok
ini merupakan bagian yang penting untuk dilaksanakan, tahap pelaksanaan ini
merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan kelompok. Selain itu, siswa yang
mempunyai kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional memerlukan bimbingan dari
wali kelas sebagai pembimbing siswa yang akan membantu menyelesaikan
permasalahan yang ada dalam diri siswa, yaitu berusaha mengurangi kecemasan
siswa. Selanjutnya, setelah dilaksanakan kegiatan bimbingan kelompok,
pembimbing mampu mengevaluasi pelaksanaan bimbingan kelompok ini.
Pada tahap ini, pembimbing
memulai pelaksanaan bimbingan kelompok dengan membagikan amplop putih yang
masih dalam keadaan tertutup. Adapun di dalam amplop putih itu terdapat
harapan-harapan dari setiap orang tua terhadap anaknya yang tiada lain yaitu
siswa kelas VI ini. Sebelum melakukan kegiatan bimbingan kelompok dengan siswa
yang mempunyai masalah kecemasan, memang sudah dilakukan proses bimbingan
klasikal yang melibatkan seluruh siswa kelas VI beserta orang tuanya. Amplop
yang saat ini sedang mereka pegang berisi harapan-harapan orang tua untuk masa
depan anaknya. Siswa diintsruksikan untuk memegang amplop tersebut, dan tidak
boleh membukanya terlebih dahulu sampai pembimbing selesai membagikan amplop ke
setiap siswa yang ada di dalam ruangan kelas.
Setelah semua
siswa mendapatkan amplop putih, siswa pun diperbolehkan untuk membaca isi
amplop putih tersebut. Sambil menunggu siswa membaca dan memahami isi amplop tersebut,
pembimbing kembali berkeliling untuk membagikan selembar kertas berwarna merah
muda. Dalam hal ini kertas yang berwarna merah muda mempunyai makna kasih
sayang yang kuat dari anak kepada orang tuanya. Selanjutnya, siswa pun diintsruksikan
untuk menuliskan hal-hal yang akan dilakukan siswa untuk dapat merealisasikan
harapan orang tuanya.
Para siswa
sangat antusias membaca dan mencermati setiap kata yang tertulis dalam surat
yang ditulis oleh orang tuanya. Ada beberapa anak yang kesulitan untuk membaca
tulisan orang tuanya karena orang tua menyingkat kata dalam surat tersebut.
Karena merasa bingung, akhirnya siswa tersebut memutuskan untuk bertanya kepada
pembimbingnya. Sambil tersenyum hangat, pembimbing pun mejelaskan maksud dari
tulisan orang tua siswa yang dibimbingnya tersebut. Setelah merasa paham, siswa
pun kembali ke tempat duduknya dan kembali melanjutkan tulisannya.
Setelah semua
siswa selesai menulis, langkah selanjutnya yaitu menuju pohon harapan. Di dalam
ruangan kelas, tepatnya di pojok belakang ruangan kelas sudah tersedia dua buah
pohon harapan, dimana pohon tersebut merupakan tempat bagi setiap siswa untuk
menggantungkan setiap harapan terbesar yang dimilikinya. Siswa yang sudah
menyelesaikan tulisannya pun satu persatu berlari-lari kecil menuju pohon
harapan.
Dengan
menggunakan lakban berwarna hitam yang diguntingnya sendiri, siswa pun dengan
penuh semangat berusaha meraih ranting tertinggi yang mampu dijangkaunya.
Bagaikan sedang meraih bintang di langit, semua siswa pun itu membayangkan
bahwa setiap ranting yang ada di pohon merupakan jalan bagi mereka meraih kesuksesannya,
oleh karena itu diperlukan usaha yang keras untuk menggapainya.
Namun, ada hal
yang harus diingat bahwa ketika kita hendak meraih kesuksesan kita, maka jangan
pernah menganggu orang lain bahkan merugikan orang lain hanya untuk menggapai
kesuksesan kita. Begitulah pesan yang disampaikan oleh pembimbing yang
sejatinya merupakan wali kelas VI yang dengan sabar selalu memberikan dorongan
bagi para siswanya. Sebagaimana pesan beliau kepada para siswa agar jangan
menggunakan alat apapun untuk bisa meraih ranting pohon yang tertinggi (dalam
istilah bahasa jawa disebut bancikan), para siswa memang benar-benar
berusaha untuk meraih ranting itu tanpa bantuan alat apapun. Mereka
memaksimalkan fungsi tangan dan kaki, serta strategi akal mereka. Prosesnya
memang tidaklah mudah, ada siswa yang bisa meraih ranting dengan sekali
loncatan saja, ada yang harus beberapa kali meloncat karena ingin meraih
ranting yang menurutnya sesuai dengan keinginannya itu, ada juga yang justru
berpindah ranting karena ia hendak mencari jalan lain untuk meraih
kesuksesannya.
Dilihat dari
berbagai proses yang dilakukan oleh siswa, mulai dari yang lucu, unik, kreatif,
bahkan ada pula yang hampir putus asa, semua itu menunjukkan seperti apa
sesungguhnya kepribadian masing-masing siswa. Dari sanalah pembimbing bisa
mengambil langkah, baik preventif maupun kuratif dalam upaya menyelesaikan
masalah siswa, yang dalam hal ini mempunyai masalah kecemasan menghadapi ujian.
D.
Tahap
Pengakhiran
Setelah melalui tahap pelaksanaan bimbingan
kelompok, pada tahap ini pembimbing mengemukakan bahwa kegiatan bimbingan akan
memasuki tahap akhir. Adapun dalam tahap ini diharapkan siswa mampu
mengemukakan perasaannya setelah melaksanakan bimbingan kelompok. Dalam
penyampaian yang dilakukan oleh siswa, pembimbing mampu memahami kepribadian
siswa dan perkembangan setelah dilaksanakan kegiatan bimbingan kelompok,
sehingga nantinya pembimbing mampu mengevaluasi dan mengadakan tindak lanjut
yang sesuai dengan hasil yang didapat dalam tahap pelaksanaan bimbingan
kelompok. Selain itu siswa juga dilatih untuk dapat menyimpulkan pelaksanaan
bimbingan kelompok.
Tahap pengakhiran ini dilakukan setelah siswa
menyelesaikan tahap sebelumnya yaitu pelaksanaan bimbingan kelompok. Tahap ini
sekaligus menjembatani tahap selanjutnya yaitu evaluasi dan tindak lanjut. Sebagaimana
tahap-tahap sebelumnya, pada tahap pengakhiran pun pembimbing bersama kelima
orang siswa yang dibimbingnya melakukan tahap pengakhiran di dalam ruangan
kelas. Guru pembimbing sebagai pemimpin kelompok yang mempunyai tugas untuk
membuka dan mengakhiri kegiatan bimbingan kelompok pun berusaha untuk
menyampaikan maksud dari tahap pengakhiran ini sebagaimana telah disampaikan di
atas.
Dalam tahap pengakhiran ini, terlihat ada siswa yang
mampu mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan bimbingan kelompok. Salah satu siswa
mengakui bahwa dirinya mengalami kesulitan ketika melaksanakan salah satu
rangkaian pelaksanaan bimbingan kelompok, yaitu ketika menempelkan kertas yang
berisi harapan di pohon harapan.
Wajar bila siswa mengalami kesulitan, karena memang
dari kelima orang siswa, ada yang memang terlihat begitu mudah untuk meraih
ranting yang ditujunya, namun ada juga yang beberapa kali meloncat untuk meraih
ranting namun tetap saja mengalami kegagalan. Namun semangat siswa untuk meraih
ranting yang menjadi pilihannya itu terlihat jelas. Kami pun merasa malu ketika
melihat perjuangan yang dilakukan oleh mereka yang pantang menyerah itu.
Kepolosan khas anak-anak yang terlihat ketika
pembimbing meminta salah-satu siswa untuk menyimpulkan kegiatan bimbingan
kelompok ditunjukkan dengan jawaban yang disampaikannya. Ada siswa yang memang
mampu memahami kegiatan bimbingan kelompok, ada juga yang harus dibantu oleh
pembimbing untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikannya.
Sebagaimana yang
telah disampaikan di awal, tahap pengakhiran ini bertujuan untuk melatih siswa
mengungkapkan perasaannya, sekaligus menyimpulkan hasil dari tahap-tahap
bimbingan kelompok yang telah dilaluinya. Oleh karena itu, tahap pengakhiran
ini merupakan bagian yang penting untuk dilakukan. Apabila pada tahap
pembentukan kelompok pembimbing berperan banyak sebagai penyampai informasi
mengenai kegiatan bimbingan kelompok yang akan dilakukan bersama siswa yang
dibimbingnya, maka dalam tahap pengakhiran ini siswa yang diarahkan untuk
berani mengungkapkan perasaannya dan mampu menyimpulkan hasil kegiatan bimbingan
kelompok yang telah dilakukan tersebut.
Ketika siswa
mampu mengungkapkan perasaannya, maka pembimbing akan mudah untuk menganalisis
hasil kegiatan bimbingan kelompok yang selanjutnya akan dibawa menuju tahap
berikutnya yaitu tahap evaluasi dan tindak lanjut. Begitupula dalam
menyimpulkan hasil kegiatan bimbingan kelompok dari tahap ke tahap, karena
kedua hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam tahap pengakhiran.
E.
Tahap
Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap evaluasi ini merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya.
Dari hasil yang didapat ketika tahap pengakhiran, pembimbing mampu menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan bimbingan kelompok dari setiap tahap bimbingan
kelompok yang telah dilakukan. Adapun tindak lanjut merupakan tahapan yang
perlu dilakukan ketika ada beberapa permasalahan yang masih ada pada diri
siswa, dikarenakan perlunya penanganan khusus seperti kegiatan konseling
individu atau alih tangan.
Dalam hal ini, kegiatan evaluasi dan tahap lanjut
bisa dilakukan bukan hanya oleh guru pembimbing. Karena dalam tahap ini perlu
melibatkan beberapa orang yang mengetahui karakteristik permasalahan siswa dan
mampu membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Adapun orang-orang yang bisa
terlibat dalam proses evaluasi dan tindak lanjut ini yaitu guru pembimbing,
kepala sekolah, orang tua siswa, teman-teman sekelas siswa, dan tentunya siswa terkait
yang mempunyai permasalahan itu sendiri.
Evaluasi dan tindak lanjut bisa dilakukan kapan dan
dimana saja, karena tahap ini sifatnya kondisional. Namun, meskipun demikian
tahap evaluasi dan tindak lanjut ini sama pentingnya dengan tahap-tahap
sebelumnya. Karena tanpa adanya evaluasi, baik secara lisan maupun tulisan maka
bukti kongkrit dari kegiatan bimbingan kelompok akan hilang begitu saja dan
tidak bisa dijadikan sebagai bahan rujukan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok
selanjutnya. Tidak hanya itu, ketika tahap evaluasi dan tindak lanjut tidak
dilakukan, maka pembimbing akan kehilangan jejak tentang siswa yang
dibimbingnya, dan pembimbing pun dianggap tidak tuntas dalam membantu
menyelesaikan permasalahan siswa yang dibimbingnya.
Bentuk evaluasi dan tindak lanjut yang dilakukan di
MI Al-Muhsin 1 dalam upaya mengatasi kecemasan siswa yaitu sebagai berikut.
1.
Pembimbing
mendokumentasikan kegiatan bimbingan kelompok dalam bentuk laporan tertulis.
2.
Kegiatan
evaluasi dan tindak lanjut dilaksanakan secara kondisional, pembimbing
melakukan kerjasama dengan orang terdekat siswa.
3.
Ketika dalam
proses evaluasi ditemukan siswa yang memerlukan penanganan yang khusus, maka
pembimbing akan menindaklanjutinya dalam bentuk layanan konseling individu.
4.
Orang tua
sebagai orang terdekat siswa ketika siswa berada di luar kelas bertanggung
jawab mendampingi kegiatan belajar putranya tersebut.
5.
Teman-teman
siswa yang telah berjanji akan saling mengingatkan ketika ada salah-satu
temannya yang lalai atau lupa tidak melaksanakan janjinya kepada orang tua
untuk mewujudkan harapan orang tua sebagaimana tercantum dalam kertas yang ada
di pohon harapan juga sangat penting untuk proses evaluasi dan tindak lanjut.[3]
Hasil evaluasi kegiatan bimbingan kelompok yang
telah dilakukan oleh guru pembimbing menunjukkan adanya perubahan dalam diri
siswa yang dibimbingnya. Terbukti dari testimoni yang disampaikan oleh
salah-satu siswa, bahwa dia merasa senang melakukan bimbingan kelompok. Siswa
tersebut merasa bahwa dia lebih tenang dalam melakukan aktivitasnya. Mereka
yakin bahwa mereka pasti bisa mewujudkan harapan orang tua dengan
mempersembahkan nilai UN terbaik. Bahkan mereka juga menyampaikan cita-cita dan
sekolah lanjutan yang mereka dambakan. Dengan adanya dukungan dari orang
terdekat siswa, lambat laun kecemasan yang selama ini menghambat prestasi siswa
akan terselesaikan.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil observasi mengenai Langkah-Langkah Bimbingan Kelompok dalam Mengatasi
Kecemasan Siswa Menjelang Ujian Nasional di MI A-Muhsin 1 Yogyakarta, kegiatan bimbingan
kelompok yang dilakukan di sekolah tersebut sama dengan yang ada pada teori langkah-langkah
bimbingan kelompok, yaitu dilakukan sesuai dengan tahap-tahap dalam bimbingan
kelompok yang terdiri dari lima tahap yang meliputi:
1.
tahap
pembentukan,
2.
tahap peralihan,
3.
tahap
pelaksanaan kegiatan,
4.
tahap
pengakhiran, dan
5.
tahap evaluasi
dan tindak lanjut.
[1] Hasil Wawancara dengan Erna Nurhayati, S.P.,
Wali Kelas VI di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta pada Sabtu, 6 Mei 2017
[2] Hasil Wawancara dengan Erna Nurhayati, S.P.,
Wali Kelas VI di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta pada Sabtu, 6 Mei 2017
[3] Hasil Wawancara dengan Erna Nurhayati, S.P.,
Wali Kelas VI di MI Al-Muhsin 1 Yogyakarta pada Sabtu, 6 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar