FILSAFAT ILMU: SEJARAH


Tulisan ini merupakan salah satu tugas kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Bapak Andy Dermawan, M.Ag.



Kronologis Historis Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dunia dan Islam

A.    Pendahuluan
Secara teoritis perkembangan ilmu pengetahuan selalu mengacu kepada peradaban Yunani. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, di antaranya adalah mitologi bangsa Yunani, kesusastraan. Yunani, dan pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu yang sudah sampai di Timur Kuno. Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan di setiap periode ini dikarenakan pola pikir manusia yang mengalami perubahan dari mitos-mitos menjadi lebih rasional.[1]
Di kalangan para ahli sejarah banyak pendapat yang beragam dalam mendefinisikan term sejarah, namun dapat penulis simpulkan bahwa pada intinya sejarah adalah kesinambungan atau rentetan suatu peristiwa/ kejadian antara masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Hal ini dapat diketahui dari segi kronologis dan geografis, yang bisa dilihat dengan kurun waktu dimana sejarah itu terjadi. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan ada perbedaan dalam berbagai literature yang ada. Maka dari itu, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan secara mudah, di sini telah dilakukan elaborasi dan
klasifikasi atau pembagian secara garis besar. Berikut adalah uraian singkat dari masing-masing periode atau sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa. Kalau pengetahuan lahir sejak manusia pertama diciptakan, maka perkembangannya sejak jaman purba. Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.[2]

B.     Kronologis Historis Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dunia
1.      Periode Yunani Kuno
Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Menurut Bertrand Russel, diantara semua sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya.[3]
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.[4] Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya.[5]
Kemunculan Sains Eropa dianggap bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang mendiami pantai dan pulau-pulau Mediterrania Timur di akhir abad ke-6 dan ke-5 SM. Sebagai contoh ucapan Masyur Thohales yang dikenal sebagai filsuf tertua semuanya adalah air,”sebenarnya diikuti dengan cuplikan  dan dunia penuh dengan dewa-dewa”. Kendati demikian tampaknya dapat dipercaya bahwa Filsuf Yunani kuno lebih berminat pada penjelasan tetang fenomena dunia. 
Plato, yang hidup di awal abad ke 4 adalah seorang Filsuf paling tua, seorang propagandis matematika yang sangat berpengaruh.  Dalam republic Ia berargumen bahwa geometri mempersiapkan fikiran untuk perbincangan dialektis tentang ide-ide yang nyata (Deriel Ideas) yang mana benda-benda indrawi tak lain daripada bayang-bayangmya, dan dari sana menuju kebinasaan dan penerangan (Iluminator).
Aristoteles, yang juga hidup diabad ke 4 adalah seorang Filsafat dunia yang terkemuka. Minat-minat nya meliputi seluruh bidang alamiah dan manusia temasuk etika dan metafisika. Melalui pengamatan –penganmatan yang akuarat dan teorisasi yang berdisiplin, Ia menciptakan ilmu biologis dan taksonomi yang mirip dengan ilmu yang kita  gunakan  sehari-hari.
Aristotes memulai karirnya sebagai murid Plato tapi akhirnya Ia tidak setuju dengan gurunya mengenai soal-soal mendasar khususnya, Ia memnganggap matematika sebagai suatu akstraksi dari kenyataan alamiah. Baginya realitas alamiah adalah suatu system hidup yang kompleks . Sesungguhnya, seluruh filsafat alam berikutnya merupakan sebuah dialaog antara Plato dan Aristotales, karena merekalah maka persoalan-persoalan filosofis yang paling mendalam dihubungkan kepada kehidupan.  Selama beberapa tahun Aristoteles menjadi guru pribadi pangeran yang kemudian menjadi Alexander Agung. Dalam kekaisaran yang dibangun oleh Alexsander Agung (dipenghujung abad ke-4 S.M) kebudayaan Yunani tumbuh dengan suburnya. Walaupun zaman Helenistik ini (kasarannya sejak tahun 323 hingga 40 S.M) tidak mencapai keberhasilan puncak sebagaimana para genius zaman dahulu, namun zaman ini menghasilkan beberapa metafisikawan yang besar (Euklides, Archimedes, dan Apollonius) dan para astronom (Hiparparkhus). Studi-studi dibidang ilmu kedokteran dan fisiologis juga berkembang, dan selama periode ini alkamia Eropa yang berasal dari Alkamia yang dikembangkan oleh alkamisi Mesir, mencoba merasionalisasi perubahan kimiawi dengan teori-teori Aritoteles.[6]
2.      Masa renaisans (14-16 M)
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya  menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.[7]
Masa renaisans merupakan suatu zaman yang menaruh perhatian dalam bidang seni, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Zaman ini juga dikenal dengan era kembalinya kebebasan manusia dalam berpikir. Tokoh filosof zaman ini diantaranya adalah Nicolaus Copernicus (1473-1543) yang mengemukakan teori heliosentrisme, yang mana matahari merupakan pusat jagad raya. Dan Francis Bacon (1561-1626) yang menjadi perintis filsafat ilmu pengetahuan dengan ungkapannya yang terkenal “knowledge is power”. [8]
3.      Masa Modern (17-19M)
Filsafat zaman ini bercorak antroposentris, yang menjadikan manusia sebagai pusat perhatian penyelidikan filsafati. Selain itu, yang menjadi topik utama ialah persoalan epistemologi.[9]
4.      Periode Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Pokok pemikirannya dikenal dengan istilah logosentris, yakni teks menjadi tema sentral diskursus para filosof. Hal ini dikarenakan ungkapan-ungkapan filsafat cenderung membingungkan dan sulit untuk dimengerti. Padahal tugas filsafat bukanlah hanya sekedar membuat pernyataan tentang suatu hal, namun juga memecahkan masalah yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika, dan memberikan penjelasan yang logis atas pemikiran-pemikiran yang diungkapkan.
Pada zaman ini muncul berbagai aliran filsafat dan kebanyakan dari aliran-aliran tersebut merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang pernah berkembang pada zaman sebelumnya, seperti Neo-Thomisme, Neo-Marxisme, Neo-Positivisme dan sebagainya.[10]
C.    Kronologis Historis Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
Tidak terbantahkan bahwa Islam sesungguhnya adalah ajaran yang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan, hal ini sudah terlihat dari pesan yang terkandung dalam al-Qur’an yang diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat al-‘Alaq dengan diawali kata perintah iqra yang berarti (bacalah). Gairah intelektualitas di dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami titik kegelapan, Sebagaimana dikatakan oleh Josep Schumpeter dalam buku magnum opusnya yang menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat Islam, suatu hal yang berusaha disembunyikan oleb Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri oleh para ekonom Barat.[11]
Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih berkutat pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainnya.19
Kebudayaan Islam paling relevan bagi ilmu Eropa karena adanya kontak kultur yng aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan. Penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh pengikut sang Nabi yang dimulai sjak abad ke-7 hingga abad ke-10 telah membuat bahsa Arab menjadi bahasa kaum terpelajar bagi bangsa-bagsa yang terentang mulai dari Persia hingga Spanyol. Para penakluk Arab umumnya membawa kedamaian dan kemakmuran bagi negeri-negeri yang diduduki. Sebagai contoh, perpustakaan Cordova di Spanyol nyata-nyata memiliki 500.000 buah buku pada saat bangsa-bangsa di Pyrenia utara paling-paling hanya mempunyai 5000 buah buku.
Para penguasa Arab yang bertempat di Bagdad pada abad ke-9 memerintahkan penerjemahan besar-besaran terhadap sumber-sumber ilmu Yunani dan segera sesudah itu peran sarjana Arab sendiri bergerak maju khususnya di bidang matematika, astronomi, optic, kimia dan kedokteran. Akan tetapi basis sosial ilmunya rapuh. Kontak antara Islam dan Eropa Latin sebagian besar berlangsung melalui Spanyol, diman orang-orang Kristen dan Yunani dapat bertindak sebagai perantara dan penerjemah. Abad ke- 21 menunjukan adanya suatu program penerjemahan besar-besaran karya-karya berbahasa Arab kedalam bahasa Latin, mula-mula di bidang astrologi dan magis, kemudian dibidang kedokteran dan akhirnya dibidang filsafat dan ilmu. Disamping sumbangannya yang sangat besar bagi peradaban Barat dalam memelihara dan menularkan warisan Yunani, bahasa Arab juga memberi konstribusi pada ilmu modern dalam sejumlah kata, terutama berkenaan dengan ttumbuhan dan makanan dan juga kata-kata seperti alcohol dan aljabar.[12]
Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).20
Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti: Al-H}āwī karya al-Rāzī (850-923) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya.22 Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karyakarya Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.[13]



Daftar Pustaka

Jerome R. Ravertz. 2004. Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996. Filsafat Ilmu. Yogykarta : Liberty.

Adiwarman A. Karim, 2007. Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Bertrand Russell. 2004. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amsal Bakhtiar. 2007. Filsafat Ilmu Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara.

George J. Mouly. 1991. Perkembangan Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri, Jakarta: Gramedia.

https://hikamasfa.wordpress.com/2011/06/17/ilmu-pada-masa-kontemporer/#_ftn4 diakses pada Senin, 26 September 2016 pukul 16.46




[1] George J. Mouly. Perkembangan Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri. (Jakarta: Gramedia, 1991), halaman 87.
[2] Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu Edisi Revisi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), halaman 21-27.
[3] Bertrand Russell. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), halaman 3-4.
[4] Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013 edisi revisi), halaman 22.
[5] Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2007), halaman 82-83.
[6] Jerome R. Ravertz. Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan,, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),  halaman 7-14.
[7] Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2013 edisi revisi), halaman 50.
[11] Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), Edisi Ke-3, halaman 10-11.
[12] Jerome R. Ravertz. Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), halaman 19-22.
[13] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogykarta : Liberty, 1996), halaman 42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar