Tulisan ini merupakan laporan hasil kegiatan dakwah sederhana yang dilakukan oleh saya sebagai da'i kepada seorang pemulung yang dalam hal ini sebagai mad'u. Adapun laporan ini saya buat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikologi Dakwah yang diampu oleh Bapak Slamet, S.Ag. M.S.i
Siapa
Bilang Dakwah pada Seorang Pemulung itu Memalukan?
(Berani
Dakwah pada Siapapun, Dalam Situasi Sepahit Apapun)
Oleh: Ela Nurmalasari
Pendahuluan
Agama merupakan sebuah sistem kepercayaan yang pada dasarnya adalah
menentukan pijakan hidup seorang manusia pada sebuah keyakinan akan kebutuhan
fitrawi manusia itu sendiri atas kepercayaan yang dianutnya. Unsur ajaran dan
tata nilai menjadi sebuah bangunan kokoh yang tertanam dalam esensi ajaran dari
sebuah agama. Ajaran dan tata nilai tersebut menciptakan sebuah bangunan
tradisi yang menjadikan aktifitas kehidupan memiliki aturan dalam proses
interaksi sosial-keagamaan. Dari sini bisa kita asumsikan bahwa manusia pada
dasarnya memerlukan kepercayaan dan sebuah pedoman untuk hidup.
Pemberian kepercayaan dan sebuah pedoman manusia tidak dapat secara
langsung diberikan, melainkan dengan sebuah perantara yaitu dakwah. Secara
terminology dakwah telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Sayyid Qutb
(Manajemen Dakwah: 2007) memberi batasan dengan ‘mengajak’ atau ‘menyeru’
kepada orang lain masuk kedalam sabil Allah Swt. Bukan untuk mengikuti dai atau
sekelompok orang. Dakwah sendiri dapat didefinisikan menjadi empat pengertian,
yaitu: pertama, ajakan kejalan Allah Swt. Kedua, dilaksanakan secara
berorganisasi. Ketiga, kegiatan untuk mempengaruhi manusia agar masuk jalan
Allah Swt. Keempat, sasaran bisa secara fardiyah atau jama’ah.
Proses penyampaian dakwah juga harus selalu diperhatikan dari
segala aspek. Karena keberhasilan suatu dakwah dapat dilihat ketika mampu
merubah seseorang sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan menjauhi
larangan-Nya. Dimulai dari aspek kehidupan yaitu dari segi sosialisasi terhadap
sesama, lingkungan, ekonomi, psikologis dan kebutuhan. Hal tersebut merupakan
langkah awal yang harus diperhatikan oleh komunikator (da’i) sebelum
menyampaikan pesanya kepada komunikan (mad’u) agar tidak terjadi kesalahan
pemahaman dalam isi pesan yang disampaiakan.
Profil, Identitas & Latar belakang Mad’u
A.
Profil Mad’u
Mad’u
adalah sorang duda berusia 60 tahun yang telah lama ditinggal pergi oleh
isterinya. Mad’u yang akrab disapa Pak
Slamet ini bekerja sebagai seorang pemulung. Meskipun orang seringkali
memandang sebelah mata pekerjaannya itu, namun mad’u mengaku bahwa dirinya
tidak merasa malu, karena baginya, pekerajaan apapun itu yang penting itu
halal.
Di
usianya yang sudah memasuki usia rentan ini, subyek masih kuat untuk
melangkahkah kakinya berkeliling sejauh 20 km lebih dalam setiap harinya. Jika
dilihat dari segi fisik, subyek memang terlihat renta, mulai dari perubahan
warna rambutnya, yang sudah hampir dipenuhi oleh warna putih, penurunan berat
badan serta perubahan postur tubuh yang sedikit bungkuk, namun subyek mengaku
bahwa dirinya jarang sekali meraskan keluhan-keluhan penyakit dalam dirinya.
Sebagai
seorang manusia biasa, pastinya kita membutuhkan orang lain untuk membantu
kita. Apalagi diusianya saat ini, mad’u pasti merasakan kesepian dan kesedihan
yang amat dalam, terlebih setelah berpisah dengan isterinya. Mad’u mengaku
bahwa dirinya sempat merasakan kesepian ketika harus hidup sebatangkara di
tengah kota ini, akan tetapi itu tidak berlangsung lama, Mad’u bisa kembali
menata diri dan kehidupannya, mulai dari menanamkan rasa optimis dalam diri,
hingga berupaya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri selama dirinya masih
mampu. Berbekal rasa optimis, Mad’u tidak pernah merasa kesepian apalagi sedih
dan meratapi nasibnyam karena mad’u merasa bahwa semua itu tidak akan
menyelesaikan masalah, justru yang ada hanya menambah beban dalam kehidupannya
saja. Memang dia adalah sosok yang luar biasa.
Namun,
yang namanya manusia tidak ada yang sempurna. Mad’u memang sosok yang tangguh
dan mempunyai rasa optimis yang tinggi, termasuk dalam ibadahnya, namun sayang,
ibadah yang dimaskudnya itu bukanlah ibadah sholat, puasa, sakat, maupun yang
lainnya. Mad’u hanya beribadah melalui keyakinannya kepada Allah, tanpa ada
ritual apapun.
B.
Identitas Mad’u
Nama : Slamet
Tanggal Lahir : -
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Duda
Alamat Asal : Kebumen
Tinggal : Sendiri
Pekerjaan :
Pemulung
Alamat Domisili :
Tungkak, Jl. Kolonel Sugiono, Yogyakarta
(Rumah berada di samping POM Bensin Tungkak)
C.
Latar Belakang Mad’u
Mad’u
adalah seorang pria renta yang hidup sebatangkara di tengah keramaian Kota
Jogja yang istimewa ini. Bahkan, karena sudah sekian lama hidup sendiri, mad’u
mengaku bahwa ia sudah terbiasa berada dalam posisi tersebut. Tidak ada lagi
keluarga yang mengunjunginya, karena memang sejak usia 25 tahun dirinya sudah
merantau kemana-mana. Istri beliau pun terpaksa meninggalkannya karena keadaan
ekonomi yang pada waktu itu kian memburuk. Namun, dibalik masa lalunya yang
cukup pahit tersebut, mad’u tetap berusaha menjalin hubungan yang baik dengan
setiap orang yang ada disekitarnya, meskipun kegiatan-kegiatan sosial yang ada
di masyarakat jarang diikuti, karena kesibukan yang dimilikinya.
Mad’u
mempunyai pengalaman yang cukup banyak dalam pekerjaannya, mulai dari bekerja
di ruko sekitar Jalan Abu Bakar Ali, hingga di kebun kelapa sawit yang ada di
Kalimanan. Dan sekarang mad’u merasa nyaman dengan pekerjaannya sebagai seorang
pemulung. Dalam jangka waktu empat hari sekali biasanya mad’u menyetorkan hasil
barang yang di[ungutnya ke pengepul yang ada di dekat tempat tinngalnya. Meskipun penghasilan yang didapatnya dari
pengepul tidak sebanding dengan perjuangannya, namun mad’u tetap menerimanya.
Fikirnya, toh saat ini ia hanya menghidupi dirinya sendiri. Penghasilan yang
didapatnya berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000 setiap minggunya.
Mad’u berasal dari Kebumen, dan sekarang dia
tinggal di Tungkak,
Jl. Kolonel Sugiono, Yogyakarta, tepat disamping pom bensin Tungkak bersama
dengan barang-barang hasil pungutannya sehari-hari. Setelah ditinggal
isterinya, dia hidup sebatangkara, tidak ada sanak saudara yang menemaninya,
atau sebatas menengoknya, tidak ada seorang pun. Namun begitu, mad’u mengakui
bahwa dirinya tidak pernah mengeluh atas keadaannya saat ini. Justru mad’u
sangat menikmati kesendiriannya itu. Dia memang sosok pria yang tangguh dan tak
pernah mengenal lelah, meskipun seringkali orang mencemoohnya karena
pekerjaannya yang oleh sebagian orang dianggap sebagai pekerjaan yang sangat
rendah dan tidak layak.
Proses Mendapatkan Subyek
(Mad’u)
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa mad’u adalah seorang
pria yang hidup sebatangkara. Saya mendapatkan mad’u secara tidak sengaja,
ketika saya bermaksud mencari subyek wawancara tugas mata kuliah psikologi
perkembangan pada Hari Sabtu, 22 Oktober 2016. Saat itu, waktu telah
menunjukkan pukul 17.00 WIB, saya berputar mengelilingi alun-alun kidul untuk
mencari subyek yang hendak saya wawancarai. Ditemani sepeda ontel berwarna
merah yang selalu setia menemani, meskipun saat ini ia telah berada di tangan
orang lain yang membutuhkan, saya bertemu dengan sesosok pria yang sedang
berteduh di bawah pohon sambil menikmati kue kering khas lebaran idul fitri
yang digenggamnya. Bahkan pria tersebut kembali membuka toples yang berisi kue
kering lagi untuk kedua kalinya. Setelah beberapa menit saya memperhatikannya
dari kejauhan, saya pun dapat menyimpulkan bahwa, mungkin pria tersebut sangat
kelelahan. Dan saya berfikir ulang, dekati atau tidak yaa..
Tidak bisa dipungkiri memang, pria tersebut terlihat sangat renta,
bahkan saya sempat meduga bahwa usianya sudah mencapai lanjut usia, yaitu di
atas 70 tahunan. Namun ternyata dugaan saya salah. Pria tersebut memang
terlihat 10 tahun lebih tua dari usia aslinya, dan saya memakluminya. Karena
sebagai seorang pemulung, setiap hari dia harus bersahabat dengan teriknya
mentari dan asap kenadaan bermotor. Istilahnya, bersahabat dengan
ketidakpastian. Bukan hanya itu, saya juga sempat menduga bahwa Pak Slamet
adalah pria yang galak, karena tidak ada seyuman yang terpamcar di raut
wajahnya.
Setelah melalui berbagai pertimbangan dan hipotesis, akhirnya saya
memberanikan diri untuk mendekati pria tersebut. Dengan mengucapka Bismillahirrohkmanirrohim,
saya mengawali pembicaraan dengan mengucapkan salam, dengan harapan pria
tersebut juga seorang muslim. Lalu, saya mulai memperkenalkan diri,
menyampaikan maksud dan tujuan, hingga akhirnya terjadilah proses wawancara
yang tanpa saya sadari, itu adalah bagian dari dakwah yang telah saya lakukan
kepada seorang mad’u yang mempunyai latar belakang yang cukup kelam, namun
terdapat banyak sekali pengalaman dan pelajaran baru yang saya peroleh. Semua
berawal dari keberanian dan niat yang kuat.
Dia adalah Pak Slamet, seorang pemulung yang tidak pernah mengeluh
atas nasib. Saya menyadari, meskipun dakwah ini terjadi secara tidak terduga,
dan mungkin kurang maksimal, namun pada ternyata Pak Slamet sendiri yang
mengajukan kepada saya untuk melanjutkan proses dakwah tersebut di lain waktu
kepada dirinya. Tentu saya tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya.
Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan kembali dakwah lanjutan pada bulan
depan. Pada kesempatan ini, selain mendapatkan subyek wawancara sekaligus
subyek/ mad’u dalam proses dakwah saya, di sisi lain saya juga mendapatkan
banyak kesempatan untuk mampu memperbaiki diri saya sendiri. Alhamdulillah.
Dalam proses mendapatkan seorang mad’u, ada kalanya kita merasa
bingung harus mencari kemana. Padahal sebenarnya kalau kita cermat
memperhatikan keadaan di sekitar kita, ada banyak sekali orang yang secara
tidak kita sadari, mereka adalah para mad’u yang kelak harus kita dakwahi.
Mulai dari keluarga kita di rumah, teman-teman di sekitar kita, baik yang ada
di kost, di kampus, ataupun di pesantren sekalipun, semuanya adalah mad’u yang
kelak pasti akan kita temui kembali di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
sebagai seorang da’i yang baik, kita harus selalu siap sedia dalam berbagai
situasi yang ada. Berdakwahlah kepada siapapun dan dalam situasi sepahit
apapun.
Permasalahan/Problem Yang Dihadapi
Kehidupan memang ibarat sebuat roda, kadang di atas dan kadang di
bawah. Jalan kehidupan pun tidak selamanya lurus, ada kalanya berbelok, berupa
tanjakan, bahkan batuan terjal. Begitu pula dalam proses berjalannya dakwah,
kita sebagai seorang da’i harus siap menghadapi berbagai permasalahan atau
problem yang ada pada diri mad’u dan di sekitar kehidupan mad’u. Dari tahap ke
tahap, pasti selalu ada tantangan yang dihadapi, diantaranya sebagai berikut :
1.
Pada
tahap proses pencarian mad’u, saya sempat mengalami permasalahan, dikarenakan
saya bingung harus mencari mad’u kemana, yang seperti apa, belum lagi
bayangan-bayangan tentang proses dakwah yang begitu rumit bermunculan. Mungkin
ini yang dirasakan oleh setiap da’i pemula, yaitu terlalu focus pada permasalahan
yang sebenarnya hanyalah hal sepele.
2.
Ketika
mengawali pembicaraan dengan mad’u, saya sempat ragu, apakah harus mengucapkan
salam atau tidak. Akhirnya karena telah terbiasa mengucapkan salam ketika
menyapa orang, mskipun beresiko, saya pun memberanikan diri mengucapkan salam
dengan harapan mad’u tersebut adalah sesame muslim.
3.
Selama
proses dakwah berlangsung, saya tidak menemukan permasalahan yang kompleks dari
diri mad’u, namun saya menemukan permasalahan pada diri saya sendiri, karena
saya masih belum mempunyai materi yang kuat untuk disampaikan kepada mad’u,
terutaman permasalahan yang berkaitan dengan syariat Islam. Akhirnya, masih ada
perasaan takut dalam diri saya, ketika harus menyampaikan materi tentang
kaidah-kaidah serta hukum Islam.
4.
Tahap
evaluasi adalah bagian yang penting dalam proses dakwah, sayangnya tahap ini
belum secara tuntas saya lakukan karena saya tidak berhasil menemukan mad’u
pada tahap evaluasi ini. Namun, hasil yang diperoleh dari proses dakwah ini
cukup baik, karena telah ada sedikit perubahan pada diri mad’u, yang saya
temukan ketika tahap kedua dakwah.
5.
Dari
pengalaman pertama berdakwah pada mad’u yang cukup asing bagi diri saya,
meskipun dalam proses berjalannya dakwah banyak kekurangan dan tidak ada
perubahan yang signifikan pada diri mad’u, saya tetap bersyukur.
Tahapan Dakwah
A.
Tahap Pertama Dakwah
Tahap pertama dakwah
dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 22 Oktober 2016
Tempat : Alun-Alun Kidul
Waktu : Pukul 16.30 – 17.30
Tahap
pertama adalah tahap yang cukup menegangkan. Setelah berkeliling mencari mad’u
selama kurang lebih setengah jam, akhirnya pada tahap pertama ini, saya telah
mampu menemukan mad’u dan mulai melakukan proses dakwah. Pada tahap pertama
ini, kami melaksanakan proses dakwah layaknya proses konseling, karena memang
awalnya saya bermaksud menjadikan mad’u sebagai subyek pada proses wawancara
untuk memenuhi tugas mata kuliah yang lain. Namun, akhirnya proses wawancara
pun beralih kepada proses dakwah, mungkin ini yang dinamakan dakwah dalam konseling.
Pada
tahap pertama dan dalam waktu yang begitu singkat, saya telah mendapatkan
profil, identitas diri, dan latar belakang kehidupan mad’u. Tentunya disertai
dengan permasalahan yang tengah dihadapi oleh mad’u. Saya ingat ketika mad’u
mengungkapkan “Tuhan itu adil, Mbak. Kalo saya tidak bisa
jalan, bagaimana mungkin saya bisa
makan”. Dari sana saya yakin, bahwa mad’u adalah orang
yang memahami ajaran agama Islam karena begitu kuat keyakinan yang dimilikinya,
sehingga taka da satu pun ungkapannya yang berisikan keluh kesah. Namun
ternyata keyakinan saya berubah ketika mad’u menyatakan bahwa dirinya sudah
jarang sekali melaksanakan sholat, puasa, dan zakat selama beberapa tahun ke
belakang, terhitung sejak mad’u ditinggalkan oleh isterinya.
Jika dilihat dari aspek psikologis, wajar bila
mad’u mengalami kemunduran dalam hal beribadah, karena sudah tidak ada lagi
orang-orang disekitarnya yang mengingatkan dirinya akan pentingnya ibadah.
Akhrinya, pada tahap pertama ini saya sudah mampu menemukan inti permasalahan
yang harus saya kaji lebih dalam lagi.
B.
Tahap Kedua Dakwah
Tahap kedua dakwah
dilaksanakan pada :
Hari :
Ahad
Tanggal : 20 November 2016
Tempat : Alun-Alun Kidul
Waktu : Pukul 16.30 – 17.00
Setelah
tahap pertama dakwah berlalu, akhirnya tibalah tahap kedua dakwah, yang
merupakan inti dari proses dakwah yang saya lakukan, karena pada tahap kedua
ini, saya memulai proses berdakwah dengan mengevaluasi terlebih dahulu hasil
dakwah yang pertama, lalu dilanjutkan dengan proses dakwah berikutntya dengan
membawa materi yang telah saya persiapkan.
Proses
evaluasi yang saya lakukan hanya tertuju pada keyakinan mad’u, apakah keyakinan
yang sempat ia tunjukkan pada tahap pertama dakwah itu tetap, meningkat, atau
justru berkurang. Hasilnya, mad’u masih
mempunyai keyakinan yang sama dengan sebelumnya, sepertihalya ungkapan yang
disampaikannya bahwa “segala sesuatu sudah ada yang mengaturnya, jadi tidak
perlu khawatir, takut, dan sedih meskipun hidup sebatangkara. Janji Allah tidak
mungkin ingkar.” Saya pun melanjutkan proses dakwah yang kedua.
C.
Tahap Ketiga
Dakwah
Setelah
melalui tahap kedua, yaitu evaluasi sementara hasil dakwah yang pertama dan
memasuki dakwah lanjutan, akhirnya kami sepakat untuk melanutkan tahapan ketiga
yaitu evaluasi akhir dengan melihat secara langsung seperti apa keseharian
mad’u di tempat tinggalnya. Namun, tahap dakwah yang ketiga ini tidak bisa saya
laksanakan karena saya tidak berhasil menemukan mad’u pada waktu dan tempat
yang telah ditentukan. Saya berharap, suatu saat nanti bisa kembali
dipertemukan dengan mad’u yang telah saya dakwahi. Kalaupun tidak, saya hanya
bisa mendoakan semoga Allah menjadikan dia lebih baik lagi, karena hanya Allah
yang mampu mengubah keyakinan seseorang.
Pemaparan
Jalannya Dakwah
Dari tahap pertama proses dakwah berlangsung, mad’u selalu terbuka
menyampaikan permasalahan yang ada pada dirinya. Dalam beribadah, mad’u mengaku
sudah jarang sekali melaksanakan sholat lima waktu dan puasa pada bulan
Ramadhan. Alasannya karena keadaanya yang memang tidak memungkinkan dirinya
untuk melakukan kedua ibadah itu, apalagi rukun Islam yang lain seperti zakat
dan ibadah haji, hal tersebut dirasakan jauh dari jangkauannya. Namun yang
selama ini masih ia pegang teguh adalah keimanannya, mad’u merasa bahwa dirinya
tidak pernah mengeluh dalam menghadapi kehidupan karena ada Allah yang selalu
menemaninya. Kegiatan-kegiatan bahkan ritual keagamaan seperti berdoa pun
jarang ia lakukan, karena kembali lagi, mad’u merasa yakin bahwa tanpa kita
memohon pun Allah pasti akan memberikan rezeki kepada kita. Mad’u juga meyakini
bahwa semua yang ada di dunia itu sifatnya hanya smentara, jadi buat apa
berlimpah kekayaan kalau itu semua tidak akan dibawa ke akhirat.
Dilihat dari kondisi status mental atau psikologis, diusianya saat
ini mad’u sudah mulai kembali pada posisi labil, meskipun dari segi
penyampaiannya dalam menjawab pertanyaan yang saya ajukan pada tahap pertama
dakwah dapat dijawab dengan baik olehnya, namun dilihat dari isinya terdapat
ketidak sesuaian antara verbal di jawaban yang pertama dengan jawaban-jawaban
yang lainnya. Akan tetapi, mad’u mempunyai emosi yang tidak mudah tersinggung.
Sehingga proses dakwah bisa berjalan dengan baik. Bahkan, menjelang akhir
proses dakwah yang pertama itu, mad’u yang mengajukan untuk mengadakan
pertemuan lanjutan. Akhirnya saya pun menyetujuinya. Meskipun saya sadar bahwa
pada tahap kedua nanti, saya harus mempunyai materi dan mental yang lebih kuat
lagi.
Alhasil, pada tahap dakwah yang kedua, saya telah cukup percaya
diri untuk menyampaikan sedikit materi yang telah saya persiapkan sebelumnya.
Meskipun pada proses evaluasi tidak bisa terlaksana dengan baik, Alhamdulillah
mad’u yang saya hadapi tetap mempunyai keyakinan yang kuat terhadap agamanya,
sehingga menjadikan dirinya selalu optimis dalam menghadapi berbagai cobaan
hidup yang dialaminya sehari-hari. Karena pada hakikatnya kita hanya
diperintahkan untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kebathilan.
Kesimpulan/ Hasil
A.
Kesimpulan
Dakwah adalah tindakan utk mengajak
manusia dg cara yang bijak agar beriman kepada Allah SWT. dan menjalankan
perintah-Nya untuk mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Pada
hakikatnya, dakwah yang baik yaitu dakwah bersifat mengembangkan, memajukan
masyarakat; dakwah yang progresif; dakwah yang dilakukan dengan memahami realitas masyarakat; dan dakwah bertujuan
memberikan solusi, jawaban atas problem umat.
Namun, kembali lagi pada perintah
Allah SWT kepada setiap manusia untuk mengajak kepada kebaikan atau kebajikan
dan mencegah dari keburukan atau kemungkaran. Bahwa manusia hanya diperintahkan
oleh Allah untuk mengajak, atau berdakwah kepada setiap orang. Karena ada atau
tidaknya perubahan pada diri mad’u yang kita dakwahi itu urusan Allah. Hanya
Allah yang berkuasa untuk membolak-balikkan hati manusia.
B.
Hasil
Persepsi keagamaan adalah pandangan/penilaian
seseorang terkait dengan segala sesuatu tentang agama yang diyakininya. Dalam
proses dakwah yang telah saya lakukan, perubahan tentang persepsi keagamaan
dalam diri mad’u yang saya dakwahi memang tidaklah mengalami perubahan yang
signifikan, karena mad’u adalah orang yang baru saya kenal, begitu pula
sebaliknya. Namun, saya mensyukuri proses yang saya jalani, karena saya yakin
Allah selalu menilai proses dari ikhtiar hambanya, salah satunya yaitu saya
yangs sedang berikhtiar untuk mensyiarkan agama Allah dengan mengajak kepada
kebaikan sesuai dengan yang telah diperintahkanNya.
Pada proses evaluasi, saya melihat
bahwa mad’u telah mengalami sedikit perubahan dalam cara pandangnya. Yang
awalnya begitu yakin bahwa ritual sholat itu tidaklah penting untuk dilakukan,
karena menurutnya tanpa dia meminta pun, pasti Allah akan memberi, lambat laun
mad’u menyadari bahwa memang sholat itu penting. Permasalahannya, mad’u
mengalami kesulitan untuk mensucikan dirinya dari najis, karena minimnya
pakaian yang ia miliki.
Penutup
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, dakwah
yang saya laksanakan dapat terlaksana dengan baik. Pada dasarnya tujuan dakwah
memang menekankan pada adanya perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih
baik. Namun, kita sebagai manusia tidak mungkin bisa mengubah persepsi
seseorang secara langsung, karena dalam proses perubahan persepsi sehingga bisa
menjadi perubahan perilaku yang baik di dalamnya terdapat campur tangan Allah.
Begitu juga dalam proses dakwah yang saya lakukan, tidaklah mudah
menyampaikan ajakan kepada orang yang baru saja saya kenal sehingga mampu
mengubah persepsi mad’u menjadi lebih baik menurut ajaran syariat Islam. Akan
tetapi, dari berbagai proses yang saya lalui, saya dapat berlajar banyak hal.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu proses berjalannya dakwah dari awal sampai akhir. Semoga
Allah memberikan hidayah untuk kita semua, sehingga kita senantiasa dapat saling
mengingatkan ketika lupa, dapat saling berlomba-lomba menuju kebaikan. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar