PSIKOLOGI DAKWAH: LAPORAN KEGIATAN DAKWAH


Tulisan ini merupakan laporan hasil kegiatan dakwah sederhana yang dilakukan oleh saya sebagai da'i kepada seorang pemulung yang dalam hal ini sebagai mad'u. Adapun laporan ini saya buat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikologi Dakwah yang diampu oleh Bapak Slamet, S.Ag. M.S.i

Siapa Bilang Dakwah pada Seorang Pemulung itu Memalukan?
(Berani Dakwah pada Siapapun, Dalam Situasi Sepahit Apapun)
Oleh: Ela Nurmalasari




Pendahuluan

Agama merupakan sebuah sistem kepercayaan yang pada dasarnya adalah menentukan pijakan hidup seorang manusia pada sebuah keyakinan akan kebutuhan fitrawi manusia itu sendiri atas kepercayaan yang dianutnya. Unsur ajaran dan tata nilai menjadi sebuah bangunan kokoh yang tertanam dalam esensi ajaran dari sebuah agama. Ajaran dan tata nilai tersebut menciptakan sebuah bangunan tradisi yang menjadikan aktifitas kehidupan memiliki aturan dalam proses interaksi sosial-keagamaan. Dari sini bisa kita asumsikan bahwa manusia pada dasarnya memerlukan kepercayaan dan sebuah pedoman untuk hidup.
Pemberian kepercayaan dan sebuah pedoman manusia tidak dapat secara langsung diberikan, melainkan dengan sebuah perantara yaitu dakwah. Secara terminology dakwah telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Sayyid Qutb (Manajemen Dakwah: 2007) memberi batasan dengan ‘mengajak’ atau ‘menyeru’ kepada orang lain masuk kedalam sabil Allah Swt. Bukan untuk mengikuti dai atau sekelompok orang. Dakwah sendiri dapat didefinisikan menjadi empat pengertian, yaitu: pertama, ajakan kejalan Allah Swt. Kedua, dilaksanakan secara berorganisasi. Ketiga, kegiatan untuk mempengaruhi manusia agar masuk jalan Allah Swt. Keempat, sasaran bisa secara fardiyah atau jama’ah.
Proses penyampaian dakwah juga harus selalu diperhatikan dari segala aspek. Karena keberhasilan suatu dakwah dapat dilihat ketika mampu merubah seseorang sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Dimulai dari aspek kehidupan yaitu dari segi sosialisasi terhadap sesama, lingkungan, ekonomi, psikologis dan kebutuhan. Hal tersebut merupakan langkah awal yang harus diperhatikan oleh komunikator (da’i) sebelum menyampaikan pesanya kepada komunikan (mad’u) agar tidak terjadi kesalahan pemahaman dalam isi pesan yang disampaiakan.




Profil, Identitas & Latar belakang Mad’u

A.    Profil Mad’u
Mad’u adalah sorang duda berusia 60 tahun yang telah lama ditinggal pergi oleh isterinya.  Mad’u yang akrab disapa Pak Slamet ini bekerja sebagai seorang pemulung. Meskipun orang seringkali memandang sebelah mata pekerjaannya itu, namun mad’u mengaku bahwa dirinya tidak merasa malu, karena baginya, pekerajaan apapun itu yang penting itu halal.
Di usianya yang sudah memasuki usia rentan ini, subyek masih kuat untuk melangkahkah kakinya berkeliling sejauh 20 km lebih dalam setiap harinya. Jika dilihat dari segi fisik, subyek memang terlihat renta, mulai dari perubahan warna rambutnya, yang sudah hampir dipenuhi oleh warna putih, penurunan berat badan serta perubahan postur tubuh yang sedikit bungkuk, namun subyek mengaku bahwa dirinya jarang sekali meraskan keluhan-keluhan penyakit dalam dirinya.
Sebagai seorang manusia biasa, pastinya kita membutuhkan orang lain untuk membantu kita. Apalagi diusianya saat ini, mad’u pasti merasakan kesepian dan kesedihan yang amat dalam, terlebih setelah berpisah dengan isterinya. Mad’u mengaku bahwa dirinya sempat merasakan kesepian ketika harus hidup sebatangkara di tengah kota ini, akan tetapi itu tidak berlangsung lama, Mad’u bisa kembali menata diri dan kehidupannya, mulai dari menanamkan rasa optimis dalam diri, hingga berupaya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri selama dirinya masih mampu. Berbekal rasa optimis, Mad’u tidak pernah merasa kesepian apalagi sedih dan meratapi nasibnyam karena mad’u merasa bahwa semua itu tidak akan menyelesaikan masalah, justru yang ada hanya menambah beban dalam kehidupannya saja. Memang dia adalah sosok yang luar biasa.
Namun, yang namanya manusia tidak ada yang sempurna. Mad’u memang sosok yang tangguh dan mempunyai rasa optimis yang tinggi, termasuk dalam ibadahnya, namun sayang, ibadah yang dimaskudnya itu bukanlah ibadah sholat, puasa, sakat, maupun yang lainnya. Mad’u hanya beribadah melalui keyakinannya kepada Allah, tanpa ada ritual apapun.

B.     Identitas Mad’u

Nama                                 : Slamet
Tanggal Lahir                    : -
Umur                                 : 60 Tahun
Jenis kelamin                     : Laki-Laki
Agama                               : Islam
Status                                : Duda
Alamat Asal                      : Kebumen
Tinggal                              : Sendiri
Pekerjaan                           : Pemulung
Alamat Domisili                : Tungkak, Jl. Kolonel Sugiono, Yogyakarta
                                           (Rumah berada di samping POM Bensin Tungkak)



C.    Latar Belakang Mad’u
Mad’u adalah seorang pria renta yang hidup sebatangkara di tengah keramaian Kota Jogja yang istimewa ini. Bahkan, karena sudah sekian lama hidup sendiri, mad’u mengaku bahwa ia sudah terbiasa berada dalam posisi tersebut. Tidak ada lagi keluarga yang mengunjunginya, karena memang sejak usia 25 tahun dirinya sudah merantau kemana-mana. Istri beliau pun terpaksa meninggalkannya karena keadaan ekonomi yang pada waktu itu kian memburuk. Namun, dibalik masa lalunya yang cukup pahit tersebut, mad’u tetap berusaha menjalin hubungan yang baik dengan setiap orang yang ada disekitarnya, meskipun kegiatan-kegiatan sosial yang ada di masyarakat jarang diikuti, karena kesibukan yang dimilikinya.
Mad’u mempunyai pengalaman yang cukup banyak dalam pekerjaannya, mulai dari bekerja di ruko sekitar Jalan Abu Bakar Ali, hingga di kebun kelapa sawit yang ada di Kalimanan. Dan sekarang mad’u merasa nyaman dengan pekerjaannya sebagai seorang pemulung. Dalam jangka waktu empat hari sekali biasanya mad’u menyetorkan hasil barang yang di[ungutnya ke pengepul yang ada di dekat tempat tinngalnya.  Meskipun penghasilan yang didapatnya dari pengepul tidak sebanding dengan perjuangannya, namun mad’u tetap menerimanya. Fikirnya, toh saat ini ia hanya menghidupi dirinya sendiri. Penghasilan yang didapatnya berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000 setiap minggunya.
Mad’u  berasal dari Kebumen, dan sekarang dia tinggal di Tungkak, Jl. Kolonel Sugiono, Yogyakarta, tepat disamping pom bensin Tungkak bersama dengan barang-barang hasil pungutannya sehari-hari. Setelah ditinggal isterinya, dia hidup sebatangkara, tidak ada sanak saudara yang menemaninya, atau sebatas menengoknya, tidak ada seorang pun. Namun begitu, mad’u mengakui bahwa dirinya tidak pernah mengeluh atas keadaannya saat ini. Justru mad’u sangat menikmati kesendiriannya itu. Dia memang sosok pria yang tangguh dan tak pernah mengenal lelah, meskipun seringkali orang mencemoohnya karena pekerjaannya yang oleh sebagian orang dianggap sebagai pekerjaan yang sangat rendah dan tidak layak.



Proses Mendapatkan  Subyek (Mad’u)

Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa mad’u adalah seorang pria yang hidup sebatangkara. Saya mendapatkan mad’u secara tidak sengaja, ketika saya bermaksud mencari subyek wawancara tugas mata kuliah psikologi perkembangan pada Hari Sabtu, 22 Oktober 2016. Saat itu, waktu telah menunjukkan pukul 17.00 WIB, saya berputar mengelilingi alun-alun kidul untuk mencari subyek yang hendak saya wawancarai. Ditemani sepeda ontel berwarna merah yang selalu setia menemani, meskipun saat ini ia telah berada di tangan orang lain yang membutuhkan, saya bertemu dengan sesosok pria yang sedang berteduh di bawah pohon sambil menikmati kue kering khas lebaran idul fitri yang digenggamnya. Bahkan pria tersebut kembali membuka toples yang berisi kue kering lagi untuk kedua kalinya. Setelah beberapa menit saya memperhatikannya dari kejauhan, saya pun dapat menyimpulkan bahwa, mungkin pria tersebut sangat kelelahan. Dan saya berfikir ulang, dekati atau tidak yaa..
Tidak bisa dipungkiri memang, pria tersebut terlihat sangat renta, bahkan saya sempat meduga bahwa usianya sudah mencapai lanjut usia, yaitu di atas 70 tahunan. Namun ternyata dugaan saya salah. Pria tersebut memang terlihat 10 tahun lebih tua dari usia aslinya, dan saya memakluminya. Karena sebagai seorang pemulung, setiap hari dia harus bersahabat dengan teriknya mentari dan asap kenadaan bermotor. Istilahnya, bersahabat dengan ketidakpastian. Bukan hanya itu, saya juga sempat menduga bahwa Pak Slamet adalah pria yang galak, karena tidak ada seyuman yang terpamcar di raut wajahnya.
Setelah melalui berbagai pertimbangan dan hipotesis, akhirnya saya memberanikan diri untuk mendekati pria tersebut. Dengan mengucapka Bismillahirrohkmanirrohim, saya mengawali pembicaraan dengan mengucapkan salam, dengan harapan pria tersebut juga seorang muslim. Lalu, saya mulai memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan, hingga akhirnya terjadilah proses wawancara yang tanpa saya sadari, itu adalah bagian dari dakwah yang telah saya lakukan kepada seorang mad’u yang mempunyai latar belakang yang cukup kelam, namun terdapat banyak sekali pengalaman dan pelajaran baru yang saya peroleh. Semua berawal dari keberanian dan niat yang kuat.
Dia adalah Pak Slamet, seorang pemulung yang tidak pernah mengeluh atas nasib. Saya menyadari, meskipun dakwah ini terjadi secara tidak terduga, dan mungkin kurang maksimal, namun pada ternyata Pak Slamet sendiri yang mengajukan kepada saya untuk melanjutkan proses dakwah tersebut di lain waktu kepada dirinya. Tentu saya tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan kembali dakwah lanjutan pada bulan depan. Pada kesempatan ini, selain mendapatkan subyek wawancara sekaligus subyek/ mad’u dalam proses dakwah saya, di sisi lain saya juga mendapatkan banyak kesempatan untuk mampu memperbaiki diri saya sendiri. Alhamdulillah.
Dalam proses mendapatkan seorang mad’u, ada kalanya kita merasa bingung harus mencari kemana. Padahal sebenarnya kalau kita cermat memperhatikan keadaan di sekitar kita, ada banyak sekali orang yang secara tidak kita sadari, mereka adalah para mad’u yang kelak harus kita dakwahi. Mulai dari keluarga kita di rumah, teman-teman di sekitar kita, baik yang ada di kost, di kampus, ataupun di pesantren sekalipun, semuanya adalah mad’u yang kelak pasti akan kita temui kembali di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sebagai seorang da’i yang baik, kita harus selalu siap sedia dalam berbagai situasi yang ada. Berdakwahlah kepada siapapun dan dalam situasi sepahit apapun.



Permasalahan/Problem Yang Dihadapi

Kehidupan memang ibarat sebuat roda, kadang di atas dan kadang di bawah. Jalan kehidupan pun tidak selamanya lurus, ada kalanya berbelok, berupa tanjakan, bahkan batuan terjal. Begitu pula dalam proses berjalannya dakwah, kita sebagai seorang da’i harus siap menghadapi berbagai permasalahan atau problem yang ada pada diri mad’u dan di sekitar kehidupan mad’u. Dari tahap ke tahap, pasti selalu ada tantangan yang dihadapi, diantaranya sebagai berikut :
1.      Pada tahap proses pencarian mad’u, saya sempat mengalami permasalahan, dikarenakan saya bingung harus mencari mad’u kemana, yang seperti apa, belum lagi bayangan-bayangan tentang proses dakwah yang begitu rumit bermunculan. Mungkin ini yang dirasakan oleh setiap da’i pemula, yaitu terlalu focus pada permasalahan yang sebenarnya hanyalah hal sepele.
2.      Ketika mengawali pembicaraan dengan mad’u, saya sempat ragu, apakah harus mengucapkan salam atau tidak. Akhirnya karena telah terbiasa mengucapkan salam ketika menyapa orang, mskipun beresiko, saya pun memberanikan diri mengucapkan salam dengan harapan mad’u tersebut adalah sesame muslim.
3.      Selama proses dakwah berlangsung, saya tidak menemukan permasalahan yang kompleks dari diri mad’u, namun saya menemukan permasalahan pada diri saya sendiri, karena saya masih belum mempunyai materi yang kuat untuk disampaikan kepada mad’u, terutaman permasalahan yang berkaitan dengan syariat Islam. Akhirnya, masih ada perasaan takut dalam diri saya, ketika harus menyampaikan materi tentang kaidah-kaidah serta hukum Islam.
4.      Tahap evaluasi adalah bagian yang penting dalam proses dakwah, sayangnya tahap ini belum secara tuntas saya lakukan karena saya tidak berhasil menemukan mad’u pada tahap evaluasi ini. Namun, hasil yang diperoleh dari proses dakwah ini cukup baik, karena telah ada sedikit perubahan pada diri mad’u, yang saya temukan ketika tahap kedua dakwah.
5.      Dari pengalaman pertama berdakwah pada mad’u yang cukup asing bagi diri saya, meskipun dalam proses berjalannya dakwah banyak kekurangan dan tidak ada perubahan yang signifikan pada diri mad’u, saya tetap bersyukur.



Tahapan Dakwah

A.    Tahap Pertama Dakwah
Tahap pertama dakwah dilaksanakan pada :
Hari                       : Sabtu
Tanggal                 : 22 Oktober 2016
Tempat                  : Alun-Alun Kidul
Waktu                   : Pukul 16.30 – 17.30
Tahap pertama adalah tahap yang cukup menegangkan. Setelah berkeliling mencari mad’u selama kurang lebih setengah jam, akhirnya pada tahap pertama ini, saya telah mampu menemukan mad’u dan mulai melakukan proses dakwah. Pada tahap pertama ini, kami melaksanakan proses dakwah layaknya proses konseling, karena memang awalnya saya bermaksud menjadikan mad’u sebagai subyek pada proses wawancara untuk memenuhi tugas mata kuliah yang lain. Namun, akhirnya proses wawancara pun beralih kepada proses dakwah, mungkin ini yang dinamakan dakwah dalam konseling.
Pada tahap pertama dan dalam waktu yang begitu singkat, saya telah mendapatkan profil, identitas diri, dan latar belakang kehidupan mad’u. Tentunya disertai dengan permasalahan yang tengah dihadapi oleh mad’u. Saya ingat ketika mad’u mengungkapkan “Tuhan itu adil, Mbak. Kalo saya tidak bisa jalan, bagaimana mungkin saya  bisa makan”. Dari sana saya yakin, bahwa mad’u adalah orang yang memahami ajaran agama Islam karena begitu kuat keyakinan yang dimilikinya, sehingga taka da satu pun ungkapannya yang berisikan keluh kesah. Namun ternyata keyakinan saya berubah ketika mad’u menyatakan bahwa dirinya sudah jarang sekali melaksanakan sholat, puasa, dan zakat selama beberapa tahun ke belakang, terhitung sejak mad’u ditinggalkan oleh isterinya.
Jika dilihat dari aspek psikologis, wajar bila mad’u mengalami kemunduran dalam hal beribadah, karena sudah tidak ada lagi orang-orang disekitarnya yang mengingatkan dirinya akan pentingnya ibadah. Akhrinya, pada tahap pertama ini saya sudah mampu menemukan inti permasalahan yang harus saya kaji lebih dalam lagi.



B.     Tahap Kedua Dakwah
Tahap kedua dakwah dilaksanakan pada :
Hari                       : Ahad
Tanggal                 : 20 November 2016
Tempat                  : Alun-Alun Kidul
Waktu                   : Pukul 16.30 – 17.00
Setelah tahap pertama dakwah berlalu, akhirnya tibalah tahap kedua dakwah, yang merupakan inti dari proses dakwah yang saya lakukan, karena pada tahap kedua ini, saya memulai proses berdakwah dengan mengevaluasi terlebih dahulu hasil dakwah yang pertama, lalu dilanjutkan dengan proses dakwah berikutntya dengan membawa materi yang telah saya persiapkan.
Proses evaluasi yang saya lakukan hanya tertuju pada keyakinan mad’u, apakah keyakinan yang sempat ia tunjukkan pada tahap pertama dakwah itu tetap, meningkat, atau justru berkurang. Hasilnya, mad’u masih mempunyai keyakinan yang sama dengan sebelumnya, sepertihalya ungkapan yang disampaikannya bahwa “segala sesuatu sudah ada yang mengaturnya, jadi tidak perlu khawatir, takut, dan sedih meskipun hidup sebatangkara. Janji Allah tidak mungkin ingkar.” Saya pun melanjutkan proses dakwah yang kedua.

C.    Tahap Ketiga Dakwah
Setelah melalui tahap kedua, yaitu evaluasi sementara hasil dakwah yang pertama dan memasuki dakwah lanjutan, akhirnya kami sepakat untuk melanutkan tahapan ketiga yaitu evaluasi akhir dengan melihat secara langsung seperti apa keseharian mad’u di tempat tinggalnya. Namun, tahap dakwah yang ketiga ini tidak bisa saya laksanakan karena saya tidak berhasil menemukan mad’u pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Saya berharap, suatu saat nanti bisa kembali dipertemukan dengan mad’u yang telah saya dakwahi. Kalaupun tidak, saya hanya bisa mendoakan semoga Allah menjadikan dia lebih baik lagi, karena hanya Allah yang mampu mengubah keyakinan seseorang.

Pemaparan Jalannya Dakwah

Dari tahap pertama proses dakwah berlangsung, mad’u selalu terbuka menyampaikan permasalahan yang ada pada dirinya. Dalam beribadah, mad’u mengaku sudah jarang sekali melaksanakan sholat lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan. Alasannya karena keadaanya yang memang tidak memungkinkan dirinya untuk melakukan kedua ibadah itu, apalagi rukun Islam yang lain seperti zakat dan ibadah haji, hal tersebut dirasakan jauh dari jangkauannya. Namun yang selama ini masih ia pegang teguh adalah keimanannya, mad’u merasa bahwa dirinya tidak pernah mengeluh dalam menghadapi kehidupan karena ada Allah yang selalu menemaninya. Kegiatan-kegiatan bahkan ritual keagamaan seperti berdoa pun jarang ia lakukan, karena kembali lagi, mad’u merasa yakin bahwa tanpa kita memohon pun Allah pasti akan memberikan rezeki kepada kita. Mad’u juga meyakini bahwa semua yang ada di dunia itu sifatnya hanya smentara, jadi buat apa berlimpah kekayaan kalau itu semua tidak akan dibawa ke akhirat.
Dilihat dari kondisi status mental atau psikologis, diusianya saat ini mad’u sudah mulai kembali pada posisi labil, meskipun dari segi penyampaiannya dalam menjawab pertanyaan yang saya ajukan pada tahap pertama dakwah dapat dijawab dengan baik olehnya, namun dilihat dari isinya terdapat ketidak sesuaian antara verbal di jawaban yang pertama dengan jawaban-jawaban yang lainnya. Akan tetapi, mad’u mempunyai emosi yang tidak mudah tersinggung. Sehingga proses dakwah bisa berjalan dengan baik. Bahkan, menjelang akhir proses dakwah yang pertama itu, mad’u yang mengajukan untuk mengadakan pertemuan lanjutan. Akhirnya saya pun menyetujuinya. Meskipun saya sadar bahwa pada tahap kedua nanti, saya harus mempunyai materi dan mental yang lebih kuat lagi.
Alhasil, pada tahap dakwah yang kedua, saya telah cukup percaya diri untuk menyampaikan sedikit materi yang telah saya persiapkan sebelumnya. Meskipun pada proses evaluasi tidak bisa terlaksana dengan baik, Alhamdulillah mad’u yang saya hadapi tetap mempunyai keyakinan yang kuat terhadap agamanya, sehingga menjadikan dirinya selalu optimis dalam menghadapi berbagai cobaan hidup yang dialaminya sehari-hari. Karena pada hakikatnya kita hanya diperintahkan untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kebathilan.

Kesimpulan/ Hasil

A.    Kesimpulan
Dakwah adalah tindakan utk mengajak manusia dg cara yang bijak agar beriman kepada Allah SWT. dan menjalankan perintah-Nya untuk mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Pada hakikatnya, dakwah yang baik yaitu dakwah bersifat mengembangkan, memajukan masyarakat; dakwah yang progresif; dakwah yang dilakukan dengan memahami  realitas masyarakat; dan dakwah bertujuan memberikan solusi, jawaban atas problem umat.
Namun, kembali lagi pada perintah Allah SWT kepada setiap manusia untuk mengajak kepada kebaikan atau kebajikan dan mencegah dari keburukan atau kemungkaran. Bahwa manusia hanya diperintahkan oleh Allah untuk mengajak, atau berdakwah kepada setiap orang. Karena ada atau tidaknya perubahan pada diri mad’u yang kita dakwahi itu urusan Allah. Hanya Allah yang berkuasa untuk membolak-balikkan hati manusia.

B.     Hasil
Persepsi keagamaan adalah pandangan/penilaian seseorang terkait dengan segala sesuatu tentang agama yang diyakininya. Dalam proses dakwah yang telah saya lakukan, perubahan tentang persepsi keagamaan dalam diri mad’u yang saya dakwahi memang tidaklah mengalami perubahan yang signifikan, karena mad’u adalah orang yang baru saya kenal, begitu pula sebaliknya. Namun, saya mensyukuri proses yang saya jalani, karena saya yakin Allah selalu menilai proses dari ikhtiar hambanya, salah satunya yaitu saya yangs sedang berikhtiar untuk mensyiarkan agama Allah dengan mengajak kepada kebaikan sesuai dengan yang telah diperintahkanNya.
Pada proses evaluasi, saya melihat bahwa mad’u telah mengalami sedikit perubahan dalam cara pandangnya. Yang awalnya begitu yakin bahwa ritual sholat itu tidaklah penting untuk dilakukan, karena menurutnya tanpa dia meminta pun, pasti Allah akan memberi, lambat laun mad’u menyadari bahwa memang sholat itu penting. Permasalahannya, mad’u mengalami kesulitan untuk mensucikan dirinya dari najis, karena minimnya pakaian yang ia miliki.

Penutup

            Alhamdulillahirobbil’aalamiin, dakwah yang saya laksanakan dapat terlaksana dengan baik. Pada dasarnya tujuan dakwah memang menekankan pada adanya perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih baik. Namun, kita sebagai manusia tidak mungkin bisa mengubah persepsi seseorang secara langsung, karena dalam proses perubahan persepsi sehingga bisa menjadi perubahan perilaku yang baik di dalamnya terdapat campur tangan Allah.
Begitu juga dalam proses dakwah yang saya lakukan, tidaklah mudah menyampaikan ajakan kepada orang yang baru saja saya kenal sehingga mampu mengubah persepsi mad’u menjadi lebih baik menurut ajaran syariat Islam. Akan tetapi, dari berbagai proses yang saya lalui, saya dapat berlajar banyak hal.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu proses berjalannya dakwah dari awal sampai akhir. Semoga Allah memberikan hidayah untuk kita semua, sehingga kita senantiasa dapat saling mengingatkan ketika lupa, dapat saling berlomba-lomba menuju kebaikan. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar